Rabu, 18 Desember 2013

Cerbung My Diary part 8 Season 2


Hai :)

Semoga kalian suka yaa......
---
Cekidot!
---
“UDAH!!” Cindai merenggut tangannya dan berlari menuju ombak. Dibiarkannya ombak menelan sedikit kakinya agar perasaan amarahnya sedikit mereda.
Bagas bangkit dan berlari menyusulnya. “TAPI INI BUKAN TENTANG GUE DAN BELLA, NDAI!” serunya
“TERUS SIAPA LAGI?” Cindai ngga mau kalah.
Lama mereka sama sama diam, mengatur perasaan, membujuk emosi mereka agar reda. “Oke gue dengerin lo.” Kata cindai tenang. Dia berusaha meredam api yang menari nari dihatinya
Mereka kembali ke tempat tadi dan duduk sesaat dalam diam, memandangi titik terakhir matahari itu. Pelan langit mulai gelap sementara bias merah senja masih terlukis indah di ujung sana.
“Ini tentang bella, dan mamanya.” Bagas mulai bicara
“Mama Bella udah lama dirawat di panti rehabilitasi.” Lanjut bagas pelan. “Seharusnya nggak lama lagi mamanya udah bisa pulang dan ngumpul lagi bareng bella. Tapi hari itu bella dapat kabar kalau mamanya… mencoba bunuh diri lagi.”
“Lagi?” ujar cindai spontan. Dia membayangkan dirinya berada diposisi bella. Menyedihkan. Cindai menoleh dan memandang bagas penuh tanda Tanya.
“Ya, untuk kedua kali. Gue juga ngga tau pasti kenapa mamanya bisa bertindak seperti itu. Padahal hanya dia milik bella saat ini. Gue tau derita batin yang dialami bella jauh lebih berat daripada yg bisa gue bayangin. Walaupun dia selalu berusaha meyakinkan gue bahwa dia baik baik aja. Gue sampe nggak abis pikir kenapa cewek kaya bella bisa tegar menghadapi semuanya.”
“bella hanya memiliki mamanya?”
“Ya gitu deh… tapi bella ngga cerita banyak tentang itu. Yang gue tau, bella berasal dari keluarga yang Broken home. Waktu orangtuanya bercerai, bella dipaksa ikut mamanya, meskipun hal itu sangat bertentangan dengan keinginannya. Merekapun pindah kesini dan tinggal di apartmen”
“Sejak itu hidup bella berantakan. Karier mamanya hancur dan dia memperlakukan putrinya dengan buruk. Bella menjadi pelampiasan kekecewaannya saat dia dilanda masalah.”
Cindai ngga tau harus ngomong apa. Yang jelas dia merasa beruntung memiliki mama yang sangat menyayanginya. Menyadari itu rasa kasian pun muncul dihatinya. Dia sendiri nggak mungkin bisa setegar bella.
“Dan selama itulah gue selalu berusaha jadi sahabat bella. Gue berusaha selalu ada saat dia butuh gue, saat dia sendirian atau ketakutan.”
Sekelebat rasa cemburu datang membakar hatinya. Namun dia mencoba tetap tenang untuk mendengarkan.
“Gue membantu sebisa gue. Ketika bella tau mamanya mencoba bunuh diri, dia langsung lari ke gue. Akhirnya gue minta tolong ortu gue buat nolong nyokap bella. Sejak itu mama bella aman bersama ortu gue, terutama nyokap. Dan selama itu pula bella dititipkan ke gue. Gue ngejaga dan ngawasin dia. Biar bella ngga salah arah. Biar dia ngga macem macem. Karena gue sendiri sadar bella labil dan nekat.”
Cindai terdiam lama sekali. Semua jadi jernih dan jelas baginya. “Keadaan mama bella gimana?” Tanya cindai sambil menerawang jauh ke langit
“Baru melewati masa kritis, jadi kami bisa pulang dari panti. Tapi dia masih belum sadar, jadi masih harus dirawat.”
“Terus kenapa kalian balik?” Tanya cindai
“ada tugas mata kuliah besok. Jadi kami memutuskan untuk pulang dulu.” Jawab bagas singkat
“Terus bella? Apa dia ngga apa apa ditinggal… sendirian?”
“Nggak masalah. Malah dia yang nyaranin gue untuk ketemu lo” balas bagas
Sebelum cindai sempat bertanya kenapa, cowok itu melanjutkan, “Dia ngomong sebelum gue minta.”
Cindai tertegun. Banyak hal yang ngga terduga yang diketahuinya malam itu.
“Kenapa?”
“Entahlah…” sahut bagas pasrah. “Tapi yang jelas, bella ngga buta, ngga tuli dan dia juga punya perasaan. Dia sadar perbuatannya salah karena terlalu memonopoli gue, dan menghalangi cewek cewek lain yang mau temenan sama gue. Tapi disisi lain dia juga adar ada satu hal yang ngga bisa dia halang halangin. Dan itu adalah……. Perasaan gue.”
Cindai ngga yakin dia ngerti apa yang dimaksud bagas. namun wajahnya memanas dan darahnya mengalir begitu cepat.
“Mungkin selama ini gue emang ngga peduli apa yang dipengenin bella. Gue juga ngga peduli sama cewek cewek yang batal ngedeketin gue lantaran takut sama bella. Semua itu ngga penting buat gue,” bagas berkata serius
“Tapi semua itu ngga berlaku setelah gue ketemu lo lagi, Ndai. Gue ngga mau lo diperlakukan buruk lagi oleh bella layaknya dulu lo diperlakukan buruk sama misel karna kita deket. Gue ngelarang bella ngelakuinnya. Gue tau dia kecewa . tapi gue juga ngga tau harus gimana, apalagi bella ngga mau tau, tetep keras kepala, dan menutup mata terhadap apa yang gue rasain.”
Bagas menatap cindai lurus sampe cewek itu menunduk dan nyaris salting.
“Rasa itu ngga pernah di hati gue sebelumnya. Perasaan yang mungkin ngga selalu indah untuk dirasakan. Apalagi kalo lo jauh dari gue. Lo ngga tau gimana resahnya gue waktu ninggalin lo kemaren. Tapi disisi lain gue merasa bertanggung jawab sama bella. Gue jadi serbasalah.”
Cindai tetap diam. Dia masih tertunduk dan membisu, semakin kehilangan kata dan suara. Mungkin udara dinginlah yang membekukan semuanya. Hatinya lelah karena semua ini.
“Ndai…” bagas menyapa cindai yang membatu. “Cindai Gloria…?”
“Hmm.. ya maaff…” ujar cindai terburu buru, malu sendiri. Bagas melihat kilatan aneh dari mata cindai.
“bella titip ini sebelum gue pergi. Katanya buat elo. Gue ngga tau apa isinya, tapi gue udah janji akan nyampein ke lo.”
Dengan bimbang cindai membuka lipatan kertas itu. Apasih maunya bella? Batinnya. Lalu Cindai mulai membaca…
***
Gue tau, nggak semua yang kita inginkan selalu dapat diraih. Dan gue tau, ngga selalu orang yang kita cintai balas mencintai. Waktu terus bergulir dan akhirnya gue sadar, dia telah menemukan cintanya.
Mungkin inilah saatnya dia menyelami hatinya sendiri, gue ngga bisa mencegah itu, walaupun hati gue sakit. Tapi entah kenapa, melihat dia hampa tanpa cintanya, hati gue lebih sakit. Gue seakan ngga ada baginya, walaupun gue dekat di sampingnya. Gue masih ingin melihatnya tersenyum dan tertawa lepas, walaupun itu bukan buat gue, walaupun itu bikin hati gue sakit.
Walaupun gue belum sepenuhnya yakin atas keputusan gue ini, namun kali ini gue membiarkan dia menemui cinta-nya.

-Bella-
***
Beberapa saat mereka terdiam
“Apa bella ngomong kasar?” Tanya bagas ingin tau
“Ngga kok..” jawab cindai. “Mungkin sedikit banyak gue bisa ngerti perasaan dia. Gue juga ga bisa berkomentar banyak. Sebenarnya yang dialamin bella nggak jauh beda sama yang gue alami. Bedanya gue hanya sedikit lebih beruntung, mungkin.”
“Maksud lo, Ndai?”
Cindai tersenyum miris. “emang sih dikeluarga gue ngga ada yang harus direhabilitasi atau mencoba buat bunuh diri berulang kali. Tapi bagian hidup gue cukup menyedihkan. Namun yang paling penting sekarang gue masih punya mama yang sayang sama gue”
Cindai memeluk kakinya dan menopangkan dagunya dilutut. Keheningan kembali menyelimuti mereka. Bagas memandang cewek itu sesaat. Sosok yang membuatnya selalu rindu dan ingin bertemu. Kemudian dia menatap langit, mengharapkan keberanian untuk bersuara, keberanian untuk menyampaikan perasaan.
Bagas kembali memandang cindai dan berkata, “Ndai, apapun penilaian lo terhadap gue setelah ini, gue mungkin ga peduli. Karena gue Cuma pengen lo tau kalo gue sayang sama lo…..”
Degup jantung cindai sangat kuat dan dekat. Tiba tiba dia merasa hangat, karena bagas merangkulnya dekat ke tubuhnya.
“Gue ga mau kehilangan lo, sama sekali ga mau, Ndai.” Bisik bagas
Cindai ngga ngomong apa apa. Bahasa diamnya sudah lebih dari cukup bagi bagas. itu artinya cindai yakin tapi masih ada rasa yang mengganjal dihatinya.
“Tapi, gue gamau bella jadi kaya misel dulu gas. Bisa?” Cindai menoleh ke bagas penuh harapan
Bagas kaget dan menoleh ke cindai. Mata mereka bertemu. Dengan keberanian. “Bisa” jawab bagas mantap
“makasih ya gas….” Peluk cindai ke bagas. disaksikan oleh ombak yang berdebar debur di hadapan mereka dan juga oleh angin yang makin membuat mereka merasa nyaman menghabiskan waktu berdua.
***
Zrrt…Zrrtt…
Bella menekan tombol hijau di hapenya yang bergetar
“Ya. Saya sendiri. APA?! Sekarang juga? Baiklah…”
Dengan panic bella keluar kamar mandi dan menuju kelas. Mamanya kembali kritis. apakah semua ini belum cukup buruk?! Jeritnya
Sial! Dia tidak menemukan bagas. bella menghubungi bagas, tapi tidak berhasil. Dengan gusar dia merenggut tasnya, lalu berjalan secepat mungkin menuju lobby untuk izin mata kuliah selanjutnya.
“Bel, lo mau kemana?” aldi tau tau muncul dihadapannya. “Lo kenapa bel?” Tanya aldi cemas
“Bukan urusan lo! Minggir!” bentak bella sambil mendorong aldi. Dia kembali melangkah.
“Nggak!” aldi meraih pergelangan tangan cewek itu.
“Eh apa apaan sih lo?! Lo nyakitin gue tau! Lepasin!” bella meronta ronta. Tapi percuma, cowok itu jauh lebih kuat.
“Apasih mau lo?! Tantang bella
“Gue Cuma pengen lo berhenti bersikap kaya gini ke gue!”tukas aldi tegas. “gue pengen lo ngomong lagi ke gue. Gue mau kita kaya dulu lagi” suara aldi melunak
In your dreams!” tukas bella ketus. “gue ga butuh lo atau siapapun yang bersama lo! Ngerti?”
“Lo dulu ga kaya gini,” kata aldi dengan nada menyesal
“Makasih buat perhatian lo,” sahut bella tanpa memandang aldi
“Gue nyesel, bel. Gue…”
“Maaf gue buru buru, gue ga punya waktu dengerin rentetan penyesalan lo. Permisi!”
“Gue sayang lo. Dan gue yakin lo juga masih sayang sama gue. Karena gue kenal gimana lo, Bel! Lebih daripada siapapun.” Bisik aldi memandangi bella yang bergegas menuju gerbang.
***
Dalam sekejap cindai menyesap habis minuman dingin yang mereka beli. Mereka duduk di bawah pohon mahoni yang tua di sudut lapangan basket. Rindangnya pohon membuat mereka terlindung dari sengatan cahaya matahari. Cindai duduk bersandar sambil menyelonjorkan kaki.
“Capek juga ya..” katanya
“Hmm…” gumam aldi setuju. Dihabiskannya sisa minumannya. “Jadi?”
“Jadi apa?” Tanya cindai setengah tolol.
“Ndai, lo ga lupa kan kita kesini buat apa?”
“Oh iya..” Cindai menepuk kening. “Gue nyaris lupa!”
“Gue mau lo ngasih tau gue semua yang lo tau tentang bella.” Kata aldi. “Sekarang juga.”
Cindai mulai bercerita sambil menerawang, seakan kata katanya tertulis di langit biru. Diceritakannya semua yang telah diceritakan bagas kepadanya
“Kenapa bella bersikeras menghadapi semua itu sendirian ? padahal gue selalu siap membantunya.” Balas aldi. “gue selalu mau tau keadaannya, apa aja yang dirasakannya, tapi dia ga pernah nganggep gue ada. Gue ga tau apa salah gue, keadaan lah yang bikin gue sama dia jadi serbasalah!”
Sesaat mereka terdiam
“Lo pasti sayang banget ya sama bella. Yakan?” Tanya cindai tanpa menoleh. “Lo ngga perlu cerita kok tentang dia. Gue rasa udah cukup yang gue ketahui tentang dia.
Aldi diam sejenak. “Benar, gue emang sayang sama bella, tapi kalo boleh jujur….. gue juga sayang sama lo.”
Apa? Cindai yakin dia salah dengar. Ditatapnya aldi yang sedang menatap nanar ke rerumputan di sela sela kakinya, seakan akan jawaban akan datang dari rumput hijau yang bisu itu.
“Lo tadi bilang apa?!” Tanya cindai kaget, masih ngga yakin dengan apa yang didengarnya barusan
Dia menatap ga percaya cowok yang duduk di sampingnya itu. Tapi ngga ada keraguan di wajah yang tenang itu, poni hitamnya tertiup sejuknya angin dibawah rindangnya pohon mahoni yang melindungi mereka.
“Gue sayang bella, dan gue juga sayang lo.” Ulangnya. “gue gatau sejak kapan perasaan itu muncul. Yang jelas, makin hari rasa itu makin kuat di hati gue.” Ujar aldi lirih
“Tapi…” suara cindai tercekat. Dia ga sanggup mengatakannya. Ini ga boleh terjadi, benar benar ga boleh! Cindai langsung teringat pada salsha yang sangat memuja cowok ini. Sudah cukup dia menahan perasaan melihat aldi selalu memperhatikan bella. Cewek yang kemungkinan besar adalah cinta masa lalu aldi. Sudah cukup tanpa cowok itu harus memendam perasaan yang sama terhadap cindai
“Lo jangan konyol, Al!” kata cindai seraya berdiri, lalu pergi dari situ


-Bersambung-

Kritik saran mention @zaakyki :) makasihyaaa

Cerbung My Diary Part 7 Season 2


Hai :))
Hope you like!!!

Check this out!!
---
Cindai tetep diam. Dia ngga abis pikir, kenapa cowok ini bisa bersikap seakan akan ga ada apa apa. Apa dia ngga tau gimana perasaan cindai saat dia hilang? Bayangan bayangan yang sempat terlintas saat dia ga ada? Apakah cowok ini ngga ngerti perasaan cewek?
“Ini diaa tempat baksonyaa…” kata bagas sambil menepikan mobil. “Kalo pengen nyoba, kita bisa makan disini dulu.”
“Lo bisa berenti pura pura nggak sih?” Cindai menahan emosi. “Tujuan awalnya nggak kesini kan?”
“Emang nggak.. abis suasananya dingin sih, jadi perlu diangetin dulu..” ujar bagas.
Cindai mengepalkan tangan dan menatap lurus ke jalanan. Apa sih maunya cowok ini?!
“Ndai..” ujar bagas sambil menyentuh pundak Cindai
Refleks cindai menepis tangan cowok itu kuat kuat. Sehingga bagas kaget dibuatnya. “LO APA APAAN SIH?!” sergah cindai
“Ndai, lo kenapa sih?! Bagas berusaha tetap tenang.
“Ndai….” Bagas mendesah. Dia jadi serbasalah. “Lo kenapa? Gue salah, ya? Gue bikin lo marah? Gue bikin lo…”
“IYA!! GUE EMANG MARAH, GUE SEDIH, GUE KECEWA. PUAS?!” Cindai berteriak sekencang kencangnya. Tangisnya pecah. Dia menutup wajahnya dan menangis melepaskan perasaan yang tadi menghantam dadanya.
Bagas terdiam, tak tau harus bilang apa. Dia tau cewek itu memendam perasaan terhadapnya. Tapi bagas tidak mau membahasnya sampe mereka benar benar berada di tempat yang tepat. Namun, dia juga tak ingin diam diaman seperti ini.
“Maaf, ndai.. gue ngga bermaksud bikin lo marah.” Bagas membelai rambut cindai lembut. “Lo jangan nangis lagi ya.. kita lanjutin perjalanan.. bentar lagi nyampe kok”
Cindai masih menunduk. Diusapnya air matanya, kemudian mengangguk. “gue juga minta maaf” katanya kemudian
***
Jumat, 12 Desember 2013

              Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas.

-Cindai
---
“Nulis apaan sih?” Tanya bagas yang mengalihkan pandangan kea rah cindai
“Fokus nyetir aja!” ujar cindai lalu membuang muka
“Iyadeh..” balas bagas lalu kembali focus
Ditaronya buku itu dan segera tertidur.

Beberapa menit kemudian.

Cindai memandang keluar. Iya. Mereka sudah sampai di pantai yang pernah mereka datangi sebelumnya. Cindai tersenyum samar. Matahari memerah, namun belum tenggelam sepenuhnya.
“Ini apa?” Tanya cindai bingung sambil membuka kantong kertas itu
“buat lo ndai. Soalnya disini dingin banget. Inget, kan?” jelas bagas. “Dan gue gamau lo masuk angin terus sakit..”
Cindai menarik sweater biru itu dengan lembut dari dalam kertas. “Wooww..” spontan ia berseru. “Bagus banget…”
“Dipake yaa..”
Cindai menatap bagas sesaat, ragu gimana harus bersikap terhadapnya. Kalau teringat kejadian beberapa hari lalu, hatinya sakit lagi. Namun jika melihat sikap bagas yang lembut dan perhatian, hati cindai yang sebeku es seakan mencair begitu saja.
“makasih ya…” katanya sambil mengenakan sweaternya
Bagas mengenakan jaket pemberian cindai waktu itu, lalu mengajaknya keluar mobil. Mereka berjalan diam. Sesekali dia melirik cowok itu.
Sekelebat cindai teringat sesuatu, sesuatu yg dilihatnya ketika bersama aldi. Gak salah lagi. “Mobil itu,” cindai berkata ragu. “Bella, kan?”
Bagas heran cindai tau. “iya..” jawabnya singkat.
Semakin jelas, batin cindai. Mereka pasti lebih dekat daripada yang disangkanya. Mereka pasti lebih sering menghabiskan waktu bersama dibanding dengan cindai. Hal hal kecil seperti itu membuat cindai merasa tersingkir. Dia benar benar ingin mengeja ombak dan segera menumpahkan isi hatinya.
Bagas menggenggam tangan cindai, dan seakan membaca pikirannya, mengajak cindai mendekat ke pantai . hanya ada mereka dan ombak. Cindai menatap batas langit. Sedikit diatasnya tampak matahari bersemu merah terlihat jauh lebih besar dan bulat, beranjak pelan ke peraduan.
Mereka melangkah diem dieman. Bagas ngga memperlihatkan gelagat ingin menjelaskan sesuatu. Cindai pun menikmati kebisuan itu. Mereka menyusuri pantai, lalu beranjak sedikit menjauhi ombak.
Tanpa mengucapkan sepatah kata, bagas duduk di pasir dan cindai mengikutinya. Cowok itu sepertinya masih sibuk dengan pikirannya sehingga Cuma diam memandang nanar jauh ke hadapannya.
“Jangan pernah tinggalin gue kaya gitu lagi.” Cindai memecah keheningan. Tiupan angin membuat perasaannya tenang.
Deg. Seperti déjà vu. Nyaris dalam mimpinya tempo hari dengan Chelsea. Cindai teringat sekilas banyangan Chelsea yang mengatakan hal yang sama kepadanya..
Bagas menoleh dan menatap Cindai sesaat, lalu pandangannya lurus lagi ke depan. “Gue emang mau minta maaf soal itu.” Ujarnya sungguh. “Maaf gue udah bikin lo marah. Bikin lo kecewa.”
Dan untuk itulah kita disini,Cindai berkata dalam hati. Awalnya dia ingin marah marah sepuasnya, begitu mendapat kesempatan bicara . dia ingin menumpahkan semuanya, semua yang telah ia tahan selama ini, semua yang membuat hatinya pedih.
Apapun. Apapun yang akan dikatakan cowok ini sekarang, cindai akan mendengarnya. Ngga peduli itu baik atau buruk. Apapun itu, tumpahkan saja.
“Maaf.” Ulang Bagas. “Waktu itu gue kalut. Ngeliat bella kaya gitu, gue ga bia ninggalin dia. Gue serbasalah, dan gue terdesak oleh 2 pilihan. Gue sadar bella tanggung jawab gue, jadi…”
Lo memilih bella, di dalam hati cindai ngelanjutin kata kata yang ngga sanggup diutarakan cowok itu. Perasaannya kembali sesak. Dia merasa kalah, merasa kembali tersingkir, merasa bukan siapa siapa, merasa orang asing dan merasa ngga berarti. Dia menyesal mendengarnya, tapi ini kenyataan yang ngga bisa dipungkiri. Apakah ngga ada kata yang lebih halus lagi? Pikir cindai. Digenggamnya pasir sekuat tenaga namun butir pasir itu melarikan diri dan jatuh kembali. Seandainya gue juga bisa melarikan diri semudah dan secepat itu, batin Cindai.
“Tanggung Jawab?” Cindai bertanya pelan, lebih kepada diri sendiri. Gue emang bukan siapa siapa lo, sekarang lo bebas ngutarain kedekatan lo dengan bella. Ya, ya, sakitin aja perasaan gue terus.
“Betul, bella emang bukan pacar gue, tapi apapun yang terjadi sama dia, gue ngga bisa mengabaikannya karena…”
“Udah! Lo jangan berbelit belit! Nggak usah pake ucapan ucapan ngga mutu itu! Ngga usah ngerangkai kata kata indah buat sekedar ngomongin ini.” Akhirnya Cindai meledak juga. Susah payah ia melapangkan hati dan menahan perasaan, tapi akhirnya ngga tahan juga.
“KALO LO MAU CERITAIN KISAH INDAH LO SAMA BELLA, APAPUN TUJUAN LO, LANGSUNG AJA! GUE DENGERIN! BIAR LO PUAS! BIAR LO SENENG!” bentak Cindai seraya bangkit dan berdiri. Dia mulai menangis, berusaha tidak bersuara.
“Ndai…” kata bagas meraih tangannya.
“UDAH!!” Cindai merenggut tangannya dan berlari menuju ombak. Dibiarkannya ombak menelan sedikit kakinya agar perasaan amarahnya sedikit mereda.
Bagas bangkit dan berlari menyusulnya. “TAPI INI BUKAN TENTANG GUE DAN BELLA, NDAI!” serunya
“TERUS SIAPA LAGI?” Cindai ngga mau kalah.
Lama mereka sama sama diam, mengatur perasaan, membujuk emosi mereka agar reda. “Oke gue dengerin lo.” Kata cindai tenang. Dia berusaha meredam api yang menari nari dihatinya
Mereka kembali ke tempat tadi dan duduk sesaat dalam diam, memandangi titik terakhir matahari itu. Pelan langit mulai gelap sementara bias merah senja masih terlukis indah di ujung sana.
“Ini tentang bella, dan mamanya.” Bagas mulai bicara
“Mama Bella udah lama dirawat di panti rehabilitasi.” Lanjut bagas pelan. “Seharusnya nggak lama lagi mamanya udah bisa pulang dan ngumpul lagi bareng bella. Tapi hari itu bella dapat kabar kalau mamanya… mencoba bunuh diri lagi.”
“Lagi?” ujar cindai spontan. Dia membayangkan dirinya berada diposisi bella. Menyedihkan. Cindai menoleh dan memandang bagas penuh tanda Tanya.
“Ya, untuk kedua kali. Gue juga ngga tau pasti kenapa mamanya bisa bertindak seperti itu. Padahal hanya dia milik bella saat ini. Gue tau derita batin yang dialami bella jauh lebih berat daripada yg bisa gue bayangin. Walaupun dia selalu berusaha meyakinkan gue bahwa dia baik baik aja. Gue sampe nggak abis pikir kenapa cewek kaya bella bisa tegar menghadapi semuanya.”
“bella hanya memiliki mamanya?”
“Ya gitu deh… tapi bella ngga cerita banyak tentang itu. Yang gue tau, bella berasal dari keluarga yang Broken home. Waktu orangtuanya bercerai, bella dipaksa ikut mamanya, meskipun hal itu sangat bertentangan dengan keinginannya. Merekapun pindah kesini dan tinggal di apartmen”
“Sejak itu hidup bella berantakan. Karier mamanya hancur dan dia memperlakukan putrinya dengan buruk. Bella menjadi pelampiasan kekecewaannya saat dia dilanda masalah.”
Cindai ngga tau harus ngomong apa. Yang jelas dia merasa beruntung memiliki mama yang sangat menyayanginya. Menyadari itu rasa kasian pun muncul dihatinya. Dia sendiri nggak mungkin bisa setegar bella.
“Dan selama itulah gue selalu berusaha jadi sahabat bella. Gue berusaha selalu ada saat dia butuh gue, saat dia sendirian atau ketakutan.”
Sekelebat rasa cemburu datang membakar hatinya. Namun dia mencoba tetap tenang untuk mendengarkan.
“Gue membantu sebisa gue. Ketika bella tau mamanya mencoba bunuh diri, dia langsung lari ke gue. Akhirnya gue minta tolong ortu gue buat nolong nyokap bella. Sejak itu mama bella aman bersama ortu gue, terutama nyokap. Dan selama itu pula bella dititipkan ke gue. Gue ngejaga dan ngawasin dia. Biar bella ngga salah arah. Biar dia ngga macem macem. Karena gue sendiri sadar bella labil dan nekat.”
Cindai terdiam lama sekali. Semua jadi jernih dan jelas baginya. “Keadaan mama bella gimana?” Tanya cindai sambil menerawang jauh ke langit
“Baru melewati masa kritis, jadi kami bisa pulang dari panti. Tapi dia masih belum sadar, jadi masih harus dirawat.”
“Terus kenapa kalian balik?” Tanya cindai
“ada tugas mata kuliah besok. Jadi kami memutuskan untuk pulang dulu.” Jawab bagas singkat
“Terus bella? Apa dia ngga apa apa ditinggal… sendirian?”
“Nggak masalah. Malah dia yang nyaranin gue untuk ketemu lo” balas bagas
Sebelum cindai sempat bertanya kenapa, cowok itu melanjutkan, “Dia ngomong sebelum gue minta.”
Cindai tertegun. Banyak hal yang ngga terduga yang diketahuinya malam itu.
“Kenapa?”
“Entahlah…” sahut bagas pasrah. “Tapi yang jelas, bella ngga buta, ngga tuli dan dia juga punya perasaan. Dia sadar perbuatannya salah karena terlalu memonopoli gue, dan menghalangi cewek cewek lain yang mau temenan sama gue. Tapi disisi lain dia juga adar ada satu hal yang ngga bisa dia halang halangin. Dan itu adalah……. Perasaan gue.”

-Bersambung-

Kritik & saran mention @zaakyki ya :) 

Minggu, 15 Desember 2013

Cerbung My Diary part 6 Season 2


MAAF NGARET BANGET :(
SEKARANG UDAH SUSAH BAGI WAKTU ANTARA SEKOLAH SAMA WAKTU BUAT BDS :( MAAF YA :((
---
“Gue bukan penguntit! Dan gue gak suka lo nuduh nuduh gue seenak jidat lo!” tukas Aldi serius
“Oh, maaf. Maksud gue yaa… ngikutin orang diem diem. Jadi apa?”
“Maksud lo?” tukas Aldi ketus
“ya semua yang lo ketahui tentang Bella!” Cindai kehilangan kesabaran.
“Nggak ada!” aldi jelas masih emosi
“Hah?! Lo yakin?” balas cindai jengkel. “gue tau kalo selama ini lo selalu ngamatin bella, dan selalu ingin tau apa aja yang dia lakuin. Tapi sayangnya, lo udah ngelewatin suatu kejadian penting kemaren"
Aldi menegakkan kepala dan memandang penuh tanda Tanya.
“Karena Cuma gue yang liat kejadian kemaren” kata cindai
“emangnya ada apaan?” desak aldi.
“Wah gue gak bisa kasih tau lo. Mengingat kata lo tadi, lo gak tau apapun tentang bella.” Cindai sok jual mahal
“Oke deh. Kita barter informasi. Tapi lo duluan!” kata aldi nyerah
“Ngga masalah.” Sahut cindai
“Jadi?”
“Hmm.. jadi gini..kemaren gue liat bella nyamperin bagas sambil nangis. Dan gue liat mereka…. Pelukan” hati cindai mencelos.
Dia yakin aldi pasti merasakan hal yang sama setelah mendengar ucapannya barusan
“Dan anehnya, hari ini mereka sama sama gak masuk kuliah”
“…”
Cindai memandang aldi. Ternyata sekarang ganti aldi yang nunduk dan ngga sanggup ngomong.
“gue ngerti perasaan lo. Karna itu gue pengen tau info tentang bella. Mungkin aja kita dapet petunjuk tentang keberadaan mereka. Yakan?” kata cindai
“kenapa sih lo peduli banget sama bella?” Tanya aldi
Cindai langsung diam. Ngga mungkin dia ngaku bahwa sebenernya yang dipikirinnya adalah Bagas.
“eh, Cuma kebetulan kok. Kebetulan aja gue liat bella kayanya lagi ada masalah, lalu kebetulan gue tau mereka ga masuk hari ini, terus kebetulan gue liat lo disini, dan gue jadi pengen ngasih tau semuanya ke lo. Soalnya gue yakin, info ini pasti penting  banget buat lo” Cindai mencoba mengelak. “Ya kebetulan kadang berharga banget” lanjutnya.
“Makasih banget yaa. Ternyata lo peduli banget sama gue” ujar aldi
“Iyaa, namanya juga temen” cindai jadi salah tingkah
“Tapi sayangnya gue gak punya informasi penting yang berkaitan dengan itu” aldi sangat menyesal. “Kalau aja gue tau banyak…”
Cindai tau betul dengan perasaan aldi jadi iba kepada cowok itu. “Lo yang sabar ya, al…” katanya.
Tiba tiba terdengar bel istirahat usai. “Gue duluan ya…” kata Cindai lalu pergi
Aldi mengangguk pelan. Ditatapnya cewek itu…dia selalu aja bikin dia berdebar debar. Aldi menyusun buku buku yang tadi diambilnya dan segera mengembalikannya.
Aldi melangkah keluar perpustakaan, sama sekali tidak menyadari bahwa sejak tadi sepasang mata tak berhenti mengawasinya.
“Oh, jadi gini maksud lo, Ndai?” bisik salsha pait. Matanya basah dan ngga beranjak dari rak buku tempatnya mengawasi aldi dan cindai sejak tadi. Dia memang ga mendengar apa yang mereka bicarakan tadi. Tapi dia bisa ngerasain ketegangan emosional keduanya. Dia juga bisa melihat dengan jelas bagai mana aldi menatap cindai, walaupun dia ga tau gimana cindai nge bales tatapan itu.
“Akhirnya gue tau juga kan, Ndai? Pantes lo ga mau cerita ke gue…”
Hati salsha hancur berkeping keping oleh rasa sakit yang dihiasi kekecewaan karena pengkhianatan seorang sahabat.
***
Siang itu Cindai asyik main kartu dengan mamanya, berharap dengan begitu ia bisa sedikit melupakan masalah yang semakin menekannya. Wajahnya yang penuh coreng-moreng adonan kue yang memang sengaja disisihkan untuk main kartu.
Cindai menarik nafas dalam, dan mengeluarkan kartu yang menurutnya dapat merubah nasibnya. Ditatapnya mamanya dengan penasaran.
“Hmm..” ify menggumam mencurigakan. Dia senyum simpul, penuh kemenangan
Oh my God! Batin Cindai... Jangan bilang mama…
“Mama menang lagii…!!!” seru ify puas sambil menyambar mangkuk kecil berisi adonan kue. Namun tau tau bel pintu berbunyi
“Aku harus buka pintu.. bye mamaaa!” ujar cindai lalu ngibrit menuju pintu.
Dia masih tersenyum gila saat membuka pintu dengan santainya. Namun seketika wajahnya langsung dingin tak bersahabat.
Bagas yang berdiri di depan pintu nyaris tidak mengenali makhluk yang menatapnya sangar itu. Nyaris seluruh wajahnya belepotan. Sungguh ngga indah dipandang!
“Ehm… apa saya lagi berhadapan dengan Gloria Chindai Saputra?” Tanya bagas menahan tawa
Cindai merasakan sensasi aneh saat bagas menyebutkan nama itu,”Nggaak! Kamu salah orang.” Tukasnya judes
“Cindaai…” bujuk Bagas. ditatapnya wajah cindai yang benar benar lucu. Sepertinya gadis itu tak menyadari kalau penampilannya amburadul.
“Apaan sih?!” Tanya-nya ketus
“Ehm.. lo ngga lagi sibuk kan?” bagas mengalihkan pandangan
“Lumayan” sahut cindai singkat. “Lo kenapa sih? Mau ngetawain gue? Emangnya ada yang salah dengan tampang gue, heh?” tantangnya sebal.
“Hmmphh… hahahahaha…mmphh...” Bagas membekap mulut, berusaha menahan tawa. “ya, maaf deh kalau gue bikin lo sebel karna ganggu acara maskeran lo yang belom kelar. Gue tunggu sampe selesai deh!” katanya sambil menahan geli.
Tau tau setetes adonan kental jatuh dari wajah Cindai dan menodai bajunya. Menyadari itu, cindai merasa konyol sendiri. Dirabanya wajahnya,adonan lengket itu menempel di telapak tangannya.
“Oh, TIDAAAAAAAAAAAKKK!!” reflex Cindai berteriak dan lari kedalam rumah.
“Bodoh!Bodoh!Bodoh!!” umpat cindai sebal.
***
Cindai gak banyak ngomong. Selain masih kebayang kejadian memalukan tadi, berbagai pertanyaan masih tersusun seperti puzzle dalam benaknya. Belum lagi dia penasaran dengan mobil yang dikendarai bagas ini. Sepertinya kok familiar ya? Honda jazz merah dengan stiker lumba lumba biru disetiap sudut jendela. Cindai yakin pernah ngeliat mobil ini. Tapi entah dimana…
“AC-nya gak nyala kan? Kayanya dingin banget..” Bagas memecah kebisuan yang sejak tadi melingkupi mereka.
“Apaan sih…” Cetus Cindai. Dia tau bagas menyindirnya. Sejak tadi memang tampang cindai cemberut dan bersikap dingin.
“Eh ngga jauh dari sini ada bakso super enak lohh..” Bagas tidak meladeni kejengkelan cindai. “katanya bisa bikin hangat suasana yang lagi dingin gitu deh…” lanjutnya sok polos
“bawel!” gumam Cindai jaim. Padahal perasaannya jungkir balik, cowok yang udah bikin dia merasa kehilangan beberapa hari terakhir ini kini hadir di sampingnya, berdua… Cindai gak tau apa yang dia rasakan. Entah itu senang, kesel, ataukah marah?
“Tapi, beneran enak loh, Ndai…” kata bagas sabar
Cindai tetep diam. Dia ngga abis pikir, kenapa cowok ini bisa bersikap seakan akan ga ada apa apa. Apa dia ngga tau gimana perasaan cindai saat dia hilang? Bayangan bayangan yang sempat terlintas saat dia ga ada? Apakah cowok ini ngga ngerti perasaan cewek?
“Ini diaa tempat baksonyaa…” kata bagas sambil menepikan mobil. “Kalo pengen nyoba, kita bisa makan disini dulu.”
“Lo bisa berenti pura pura nggak sih?” Cindai menahan emosi. “Tujuan awalnya nggak kesini kan?”
“Emang nggak.. abis suasananya dingin sih, jadi perlu diangetin dulu..” ujar bagas.
Cindai mengepalkan tangan dan menatap lurus ke jalanan. Apa sih maunya cowok ini?!
“Ndai..” ujar bagas sambil menyentuh pundak Cindai
Refleks cindai menepis tangan cowok itu kuat kuat. Sehingga bagas kaget dibuatnya. “LO APA APAAN SIH?!” sergah cindai
“Ndai, lo kenapa sih?! Bagas berusaha tetap tenang.
“Ndai….” Bagas mendesah. Dia jadi serbasalah. “Lo kenapa? Gue salah, ya? Gue bikin lo marah? Gue bikin lo…”
“IYA!! GUE EMANG MARAH, GUE SEDIH, GUE KECEWA. PUAS?!” Cindai berteriak sekencang kencangnya. Tangisnya pecah. Dia menutup wajahnya dan menangis melepaskan perasaan yang tadi menghantam dadanya.


Bagas terdiam, tak tau harus bilang apa. Dia tau cewek itu memendam perasaan terhadapnya. Tapi bagas tidak mau membahasnya sampe mereka benar benar berada di tempat yang tepat. Namun, dia juga tak ingin diam diaman seperti ini.
“Maaf, ndai.. gue ngga bermaksud bikin lo marah.” Bagas membelai rambut cindai lembut. “Lo jangan nangis lagi ya.. kita lanjutin perjalanan.. bentar lagi nyampe kok”
Cindai masih menunduk. Diusapnya air matanya, kemudian mengangguk. “gue juga minta maaf” katanya kemudian
***
Jumat, 12 Desember 2013

              Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas.

-Cindai-
---
“Nulis apaan sih?” Tanya bagas yang mengalihkan pandangan kea rah cindai
“Fokus nyetir aja!” ujar cindai lalu membuang muka
“Iyadeh..” balas bagas lalu kembali focus
Ditaronya buku itu dan segera tertidur dijok mobil bagas.

-Bersambung-

Kritik saran mention @zaakyki aja ;) thanks!