Rabu, 18 Desember 2013

Cerbung My Diary part 8 Season 2


Hai :)

Semoga kalian suka yaa......
---
Cekidot!
---
“UDAH!!” Cindai merenggut tangannya dan berlari menuju ombak. Dibiarkannya ombak menelan sedikit kakinya agar perasaan amarahnya sedikit mereda.
Bagas bangkit dan berlari menyusulnya. “TAPI INI BUKAN TENTANG GUE DAN BELLA, NDAI!” serunya
“TERUS SIAPA LAGI?” Cindai ngga mau kalah.
Lama mereka sama sama diam, mengatur perasaan, membujuk emosi mereka agar reda. “Oke gue dengerin lo.” Kata cindai tenang. Dia berusaha meredam api yang menari nari dihatinya
Mereka kembali ke tempat tadi dan duduk sesaat dalam diam, memandangi titik terakhir matahari itu. Pelan langit mulai gelap sementara bias merah senja masih terlukis indah di ujung sana.
“Ini tentang bella, dan mamanya.” Bagas mulai bicara
“Mama Bella udah lama dirawat di panti rehabilitasi.” Lanjut bagas pelan. “Seharusnya nggak lama lagi mamanya udah bisa pulang dan ngumpul lagi bareng bella. Tapi hari itu bella dapat kabar kalau mamanya… mencoba bunuh diri lagi.”
“Lagi?” ujar cindai spontan. Dia membayangkan dirinya berada diposisi bella. Menyedihkan. Cindai menoleh dan memandang bagas penuh tanda Tanya.
“Ya, untuk kedua kali. Gue juga ngga tau pasti kenapa mamanya bisa bertindak seperti itu. Padahal hanya dia milik bella saat ini. Gue tau derita batin yang dialami bella jauh lebih berat daripada yg bisa gue bayangin. Walaupun dia selalu berusaha meyakinkan gue bahwa dia baik baik aja. Gue sampe nggak abis pikir kenapa cewek kaya bella bisa tegar menghadapi semuanya.”
“bella hanya memiliki mamanya?”
“Ya gitu deh… tapi bella ngga cerita banyak tentang itu. Yang gue tau, bella berasal dari keluarga yang Broken home. Waktu orangtuanya bercerai, bella dipaksa ikut mamanya, meskipun hal itu sangat bertentangan dengan keinginannya. Merekapun pindah kesini dan tinggal di apartmen”
“Sejak itu hidup bella berantakan. Karier mamanya hancur dan dia memperlakukan putrinya dengan buruk. Bella menjadi pelampiasan kekecewaannya saat dia dilanda masalah.”
Cindai ngga tau harus ngomong apa. Yang jelas dia merasa beruntung memiliki mama yang sangat menyayanginya. Menyadari itu rasa kasian pun muncul dihatinya. Dia sendiri nggak mungkin bisa setegar bella.
“Dan selama itulah gue selalu berusaha jadi sahabat bella. Gue berusaha selalu ada saat dia butuh gue, saat dia sendirian atau ketakutan.”
Sekelebat rasa cemburu datang membakar hatinya. Namun dia mencoba tetap tenang untuk mendengarkan.
“Gue membantu sebisa gue. Ketika bella tau mamanya mencoba bunuh diri, dia langsung lari ke gue. Akhirnya gue minta tolong ortu gue buat nolong nyokap bella. Sejak itu mama bella aman bersama ortu gue, terutama nyokap. Dan selama itu pula bella dititipkan ke gue. Gue ngejaga dan ngawasin dia. Biar bella ngga salah arah. Biar dia ngga macem macem. Karena gue sendiri sadar bella labil dan nekat.”
Cindai terdiam lama sekali. Semua jadi jernih dan jelas baginya. “Keadaan mama bella gimana?” Tanya cindai sambil menerawang jauh ke langit
“Baru melewati masa kritis, jadi kami bisa pulang dari panti. Tapi dia masih belum sadar, jadi masih harus dirawat.”
“Terus kenapa kalian balik?” Tanya cindai
“ada tugas mata kuliah besok. Jadi kami memutuskan untuk pulang dulu.” Jawab bagas singkat
“Terus bella? Apa dia ngga apa apa ditinggal… sendirian?”
“Nggak masalah. Malah dia yang nyaranin gue untuk ketemu lo” balas bagas
Sebelum cindai sempat bertanya kenapa, cowok itu melanjutkan, “Dia ngomong sebelum gue minta.”
Cindai tertegun. Banyak hal yang ngga terduga yang diketahuinya malam itu.
“Kenapa?”
“Entahlah…” sahut bagas pasrah. “Tapi yang jelas, bella ngga buta, ngga tuli dan dia juga punya perasaan. Dia sadar perbuatannya salah karena terlalu memonopoli gue, dan menghalangi cewek cewek lain yang mau temenan sama gue. Tapi disisi lain dia juga adar ada satu hal yang ngga bisa dia halang halangin. Dan itu adalah……. Perasaan gue.”
Cindai ngga yakin dia ngerti apa yang dimaksud bagas. namun wajahnya memanas dan darahnya mengalir begitu cepat.
“Mungkin selama ini gue emang ngga peduli apa yang dipengenin bella. Gue juga ngga peduli sama cewek cewek yang batal ngedeketin gue lantaran takut sama bella. Semua itu ngga penting buat gue,” bagas berkata serius
“Tapi semua itu ngga berlaku setelah gue ketemu lo lagi, Ndai. Gue ngga mau lo diperlakukan buruk lagi oleh bella layaknya dulu lo diperlakukan buruk sama misel karna kita deket. Gue ngelarang bella ngelakuinnya. Gue tau dia kecewa . tapi gue juga ngga tau harus gimana, apalagi bella ngga mau tau, tetep keras kepala, dan menutup mata terhadap apa yang gue rasain.”
Bagas menatap cindai lurus sampe cewek itu menunduk dan nyaris salting.
“Rasa itu ngga pernah di hati gue sebelumnya. Perasaan yang mungkin ngga selalu indah untuk dirasakan. Apalagi kalo lo jauh dari gue. Lo ngga tau gimana resahnya gue waktu ninggalin lo kemaren. Tapi disisi lain gue merasa bertanggung jawab sama bella. Gue jadi serbasalah.”
Cindai tetap diam. Dia masih tertunduk dan membisu, semakin kehilangan kata dan suara. Mungkin udara dinginlah yang membekukan semuanya. Hatinya lelah karena semua ini.
“Ndai…” bagas menyapa cindai yang membatu. “Cindai Gloria…?”
“Hmm.. ya maaff…” ujar cindai terburu buru, malu sendiri. Bagas melihat kilatan aneh dari mata cindai.
“bella titip ini sebelum gue pergi. Katanya buat elo. Gue ngga tau apa isinya, tapi gue udah janji akan nyampein ke lo.”
Dengan bimbang cindai membuka lipatan kertas itu. Apasih maunya bella? Batinnya. Lalu Cindai mulai membaca…
***
Gue tau, nggak semua yang kita inginkan selalu dapat diraih. Dan gue tau, ngga selalu orang yang kita cintai balas mencintai. Waktu terus bergulir dan akhirnya gue sadar, dia telah menemukan cintanya.
Mungkin inilah saatnya dia menyelami hatinya sendiri, gue ngga bisa mencegah itu, walaupun hati gue sakit. Tapi entah kenapa, melihat dia hampa tanpa cintanya, hati gue lebih sakit. Gue seakan ngga ada baginya, walaupun gue dekat di sampingnya. Gue masih ingin melihatnya tersenyum dan tertawa lepas, walaupun itu bukan buat gue, walaupun itu bikin hati gue sakit.
Walaupun gue belum sepenuhnya yakin atas keputusan gue ini, namun kali ini gue membiarkan dia menemui cinta-nya.

-Bella-
***
Beberapa saat mereka terdiam
“Apa bella ngomong kasar?” Tanya bagas ingin tau
“Ngga kok..” jawab cindai. “Mungkin sedikit banyak gue bisa ngerti perasaan dia. Gue juga ga bisa berkomentar banyak. Sebenarnya yang dialamin bella nggak jauh beda sama yang gue alami. Bedanya gue hanya sedikit lebih beruntung, mungkin.”
“Maksud lo, Ndai?”
Cindai tersenyum miris. “emang sih dikeluarga gue ngga ada yang harus direhabilitasi atau mencoba buat bunuh diri berulang kali. Tapi bagian hidup gue cukup menyedihkan. Namun yang paling penting sekarang gue masih punya mama yang sayang sama gue”
Cindai memeluk kakinya dan menopangkan dagunya dilutut. Keheningan kembali menyelimuti mereka. Bagas memandang cewek itu sesaat. Sosok yang membuatnya selalu rindu dan ingin bertemu. Kemudian dia menatap langit, mengharapkan keberanian untuk bersuara, keberanian untuk menyampaikan perasaan.
Bagas kembali memandang cindai dan berkata, “Ndai, apapun penilaian lo terhadap gue setelah ini, gue mungkin ga peduli. Karena gue Cuma pengen lo tau kalo gue sayang sama lo…..”
Degup jantung cindai sangat kuat dan dekat. Tiba tiba dia merasa hangat, karena bagas merangkulnya dekat ke tubuhnya.
“Gue ga mau kehilangan lo, sama sekali ga mau, Ndai.” Bisik bagas
Cindai ngga ngomong apa apa. Bahasa diamnya sudah lebih dari cukup bagi bagas. itu artinya cindai yakin tapi masih ada rasa yang mengganjal dihatinya.
“Tapi, gue gamau bella jadi kaya misel dulu gas. Bisa?” Cindai menoleh ke bagas penuh harapan
Bagas kaget dan menoleh ke cindai. Mata mereka bertemu. Dengan keberanian. “Bisa” jawab bagas mantap
“makasih ya gas….” Peluk cindai ke bagas. disaksikan oleh ombak yang berdebar debur di hadapan mereka dan juga oleh angin yang makin membuat mereka merasa nyaman menghabiskan waktu berdua.
***
Zrrt…Zrrtt…
Bella menekan tombol hijau di hapenya yang bergetar
“Ya. Saya sendiri. APA?! Sekarang juga? Baiklah…”
Dengan panic bella keluar kamar mandi dan menuju kelas. Mamanya kembali kritis. apakah semua ini belum cukup buruk?! Jeritnya
Sial! Dia tidak menemukan bagas. bella menghubungi bagas, tapi tidak berhasil. Dengan gusar dia merenggut tasnya, lalu berjalan secepat mungkin menuju lobby untuk izin mata kuliah selanjutnya.
“Bel, lo mau kemana?” aldi tau tau muncul dihadapannya. “Lo kenapa bel?” Tanya aldi cemas
“Bukan urusan lo! Minggir!” bentak bella sambil mendorong aldi. Dia kembali melangkah.
“Nggak!” aldi meraih pergelangan tangan cewek itu.
“Eh apa apaan sih lo?! Lo nyakitin gue tau! Lepasin!” bella meronta ronta. Tapi percuma, cowok itu jauh lebih kuat.
“Apasih mau lo?! Tantang bella
“Gue Cuma pengen lo berhenti bersikap kaya gini ke gue!”tukas aldi tegas. “gue pengen lo ngomong lagi ke gue. Gue mau kita kaya dulu lagi” suara aldi melunak
In your dreams!” tukas bella ketus. “gue ga butuh lo atau siapapun yang bersama lo! Ngerti?”
“Lo dulu ga kaya gini,” kata aldi dengan nada menyesal
“Makasih buat perhatian lo,” sahut bella tanpa memandang aldi
“Gue nyesel, bel. Gue…”
“Maaf gue buru buru, gue ga punya waktu dengerin rentetan penyesalan lo. Permisi!”
“Gue sayang lo. Dan gue yakin lo juga masih sayang sama gue. Karena gue kenal gimana lo, Bel! Lebih daripada siapapun.” Bisik aldi memandangi bella yang bergegas menuju gerbang.
***
Dalam sekejap cindai menyesap habis minuman dingin yang mereka beli. Mereka duduk di bawah pohon mahoni yang tua di sudut lapangan basket. Rindangnya pohon membuat mereka terlindung dari sengatan cahaya matahari. Cindai duduk bersandar sambil menyelonjorkan kaki.
“Capek juga ya..” katanya
“Hmm…” gumam aldi setuju. Dihabiskannya sisa minumannya. “Jadi?”
“Jadi apa?” Tanya cindai setengah tolol.
“Ndai, lo ga lupa kan kita kesini buat apa?”
“Oh iya..” Cindai menepuk kening. “Gue nyaris lupa!”
“Gue mau lo ngasih tau gue semua yang lo tau tentang bella.” Kata aldi. “Sekarang juga.”
Cindai mulai bercerita sambil menerawang, seakan kata katanya tertulis di langit biru. Diceritakannya semua yang telah diceritakan bagas kepadanya
“Kenapa bella bersikeras menghadapi semua itu sendirian ? padahal gue selalu siap membantunya.” Balas aldi. “gue selalu mau tau keadaannya, apa aja yang dirasakannya, tapi dia ga pernah nganggep gue ada. Gue ga tau apa salah gue, keadaan lah yang bikin gue sama dia jadi serbasalah!”
Sesaat mereka terdiam
“Lo pasti sayang banget ya sama bella. Yakan?” Tanya cindai tanpa menoleh. “Lo ngga perlu cerita kok tentang dia. Gue rasa udah cukup yang gue ketahui tentang dia.
Aldi diam sejenak. “Benar, gue emang sayang sama bella, tapi kalo boleh jujur….. gue juga sayang sama lo.”
Apa? Cindai yakin dia salah dengar. Ditatapnya aldi yang sedang menatap nanar ke rerumputan di sela sela kakinya, seakan akan jawaban akan datang dari rumput hijau yang bisu itu.
“Lo tadi bilang apa?!” Tanya cindai kaget, masih ngga yakin dengan apa yang didengarnya barusan
Dia menatap ga percaya cowok yang duduk di sampingnya itu. Tapi ngga ada keraguan di wajah yang tenang itu, poni hitamnya tertiup sejuknya angin dibawah rindangnya pohon mahoni yang melindungi mereka.
“Gue sayang bella, dan gue juga sayang lo.” Ulangnya. “gue gatau sejak kapan perasaan itu muncul. Yang jelas, makin hari rasa itu makin kuat di hati gue.” Ujar aldi lirih
“Tapi…” suara cindai tercekat. Dia ga sanggup mengatakannya. Ini ga boleh terjadi, benar benar ga boleh! Cindai langsung teringat pada salsha yang sangat memuja cowok ini. Sudah cukup dia menahan perasaan melihat aldi selalu memperhatikan bella. Cewek yang kemungkinan besar adalah cinta masa lalu aldi. Sudah cukup tanpa cowok itu harus memendam perasaan yang sama terhadap cindai
“Lo jangan konyol, Al!” kata cindai seraya berdiri, lalu pergi dari situ


-Bersambung-

Kritik saran mention @zaakyki :) makasihyaaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar