Hai :))
Hope you like!!!
Check this out!!
Hope you like!!!
Check this out!!
---
Cindai tetep diam. Dia ngga abis
pikir, kenapa cowok ini bisa bersikap seakan akan ga ada apa apa. Apa dia ngga
tau gimana perasaan cindai saat dia hilang? Bayangan bayangan yang sempat
terlintas saat dia ga ada? Apakah cowok ini ngga ngerti perasaan cewek?
“Ini diaa tempat baksonyaa…”
kata bagas sambil menepikan mobil. “Kalo pengen nyoba, kita bisa makan disini
dulu.”
“Lo bisa berenti pura pura nggak
sih?” Cindai menahan emosi. “Tujuan awalnya nggak kesini kan?”
“Emang nggak.. abis suasananya
dingin sih, jadi perlu diangetin dulu..” ujar bagas.
Cindai mengepalkan tangan dan
menatap lurus ke jalanan. Apa sih maunya
cowok ini?!
“Ndai..” ujar bagas sambil
menyentuh pundak Cindai
Refleks cindai menepis tangan
cowok itu kuat kuat. Sehingga bagas kaget dibuatnya. “LO APA APAAN SIH?!”
sergah cindai
“Ndai, lo kenapa sih?! Bagas
berusaha tetap tenang.
“Ndai….” Bagas mendesah. Dia
jadi serbasalah. “Lo kenapa? Gue salah, ya? Gue bikin lo marah? Gue bikin lo…”
“IYA!! GUE EMANG MARAH, GUE
SEDIH, GUE KECEWA. PUAS?!” Cindai berteriak sekencang kencangnya. Tangisnya
pecah. Dia menutup wajahnya dan menangis melepaskan perasaan yang tadi
menghantam dadanya.
Bagas terdiam, tak tau harus bilang apa. Dia tau cewek itu memendam perasaan terhadapnya. Tapi bagas tidak mau membahasnya sampe mereka benar benar berada di tempat yang tepat. Namun, dia juga tak ingin diam diaman seperti ini.
“Maaf, ndai.. gue ngga bermaksud bikin lo marah.” Bagas membelai rambut cindai lembut. “Lo jangan nangis lagi ya.. kita lanjutin perjalanan.. bentar lagi nyampe kok”
Bagas terdiam, tak tau harus bilang apa. Dia tau cewek itu memendam perasaan terhadapnya. Tapi bagas tidak mau membahasnya sampe mereka benar benar berada di tempat yang tepat. Namun, dia juga tak ingin diam diaman seperti ini.
“Maaf, ndai.. gue ngga bermaksud bikin lo marah.” Bagas membelai rambut cindai lembut. “Lo jangan nangis lagi ya.. kita lanjutin perjalanan.. bentar lagi nyampe kok”
Cindai masih menunduk. Diusapnya
air matanya, kemudian mengangguk. “gue juga minta maaf” katanya kemudian
***
Jumat, 12 Desember 2013
Gue
marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama
bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue
kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue
sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue
marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas.
-Cindai
---
“Nulis apaan sih?” Tanya bagas
yang mengalihkan pandangan kea rah cindai
“Fokus nyetir aja!” ujar cindai
lalu membuang muka
“Iyadeh..” balas bagas lalu
kembali focus
Ditaronya buku itu dan segera
tertidur.
Beberapa menit kemudian.
Cindai memandang keluar. Iya.
Mereka sudah sampai di pantai yang pernah mereka datangi sebelumnya. Cindai
tersenyum samar. Matahari memerah, namun belum tenggelam sepenuhnya.
“Ini apa?” Tanya cindai bingung
sambil membuka kantong kertas itu
“buat lo ndai. Soalnya disini
dingin banget. Inget, kan?” jelas bagas. “Dan gue gamau lo masuk angin terus
sakit..”
Cindai menarik sweater biru itu dengan lembut dari dalam kertas. “Wooww..” spontan ia berseru. “Bagus banget…”
Cindai menarik sweater biru itu dengan lembut dari dalam kertas. “Wooww..” spontan ia berseru. “Bagus banget…”
“Dipake yaa..”
Cindai menatap bagas sesaat,
ragu gimana harus bersikap terhadapnya. Kalau teringat kejadian beberapa hari
lalu, hatinya sakit lagi. Namun jika melihat sikap bagas yang lembut dan
perhatian, hati cindai yang sebeku es seakan mencair begitu saja.
“makasih ya…” katanya sambil
mengenakan sweaternya
Bagas mengenakan jaket pemberian
cindai waktu itu, lalu mengajaknya keluar mobil. Mereka berjalan diam. Sesekali
dia melirik cowok itu.
Sekelebat cindai teringat
sesuatu, sesuatu yg dilihatnya ketika bersama aldi. Gak salah lagi. “Mobil
itu,” cindai berkata ragu. “Bella, kan?”
Bagas heran cindai tau. “iya..”
jawabnya singkat.
Semakin jelas, batin cindai.
Mereka pasti lebih dekat daripada yang disangkanya. Mereka pasti lebih sering
menghabiskan waktu bersama dibanding dengan cindai. Hal hal kecil seperti itu
membuat cindai merasa tersingkir. Dia benar benar ingin mengeja ombak dan
segera menumpahkan isi hatinya.
Bagas menggenggam tangan cindai,
dan seakan membaca pikirannya, mengajak cindai mendekat ke pantai . hanya ada
mereka dan ombak. Cindai menatap batas langit. Sedikit diatasnya tampak
matahari bersemu merah terlihat jauh lebih besar dan bulat, beranjak pelan ke
peraduan.
Mereka melangkah diem dieman.
Bagas ngga memperlihatkan gelagat ingin menjelaskan sesuatu. Cindai pun
menikmati kebisuan itu. Mereka menyusuri pantai, lalu beranjak sedikit menjauhi
ombak.
Tanpa mengucapkan sepatah kata,
bagas duduk di pasir dan cindai mengikutinya. Cowok itu sepertinya masih sibuk
dengan pikirannya sehingga Cuma diam memandang nanar jauh ke hadapannya.
“Jangan pernah tinggalin gue
kaya gitu lagi.” Cindai memecah keheningan. Tiupan angin membuat perasaannya
tenang.
Deg. Seperti déjà vu. Nyaris
dalam mimpinya tempo hari dengan Chelsea. Cindai teringat sekilas banyangan
Chelsea yang mengatakan hal yang sama kepadanya..
Bagas menoleh dan menatap Cindai
sesaat, lalu pandangannya lurus lagi ke depan. “Gue emang mau minta maaf soal
itu.” Ujarnya sungguh. “Maaf gue udah bikin lo marah. Bikin lo kecewa.”
Dan untuk itulah kita disini,Cindai berkata dalam hati. Awalnya dia
ingin marah marah sepuasnya, begitu mendapat kesempatan bicara . dia ingin
menumpahkan semuanya, semua yang telah ia tahan selama ini, semua yang membuat
hatinya pedih.
Apapun. Apapun yang akan
dikatakan cowok ini sekarang, cindai akan mendengarnya. Ngga peduli itu baik
atau buruk. Apapun itu, tumpahkan saja.
“Maaf.” Ulang Bagas. “Waktu itu
gue kalut. Ngeliat bella kaya gitu, gue ga bia ninggalin dia. Gue serbasalah,
dan gue terdesak oleh 2 pilihan. Gue sadar bella tanggung jawab gue, jadi…”
Lo memilih bella, di dalam hati cindai ngelanjutin kata kata yang
ngga sanggup diutarakan cowok itu. Perasaannya kembali sesak. Dia merasa kalah,
merasa kembali tersingkir, merasa bukan siapa siapa, merasa orang asing dan
merasa ngga berarti. Dia menyesal mendengarnya, tapi ini kenyataan yang ngga
bisa dipungkiri. Apakah ngga ada kata yang lebih halus lagi? Pikir cindai. Digenggamnya
pasir sekuat tenaga namun butir pasir itu melarikan diri dan jatuh kembali.
Seandainya gue juga bisa melarikan diri semudah dan secepat itu, batin Cindai.
“Tanggung Jawab?” Cindai
bertanya pelan, lebih kepada diri sendiri. Gue emang bukan siapa siapa lo,
sekarang lo bebas ngutarain kedekatan lo dengan bella. Ya, ya, sakitin aja
perasaan gue terus.
“Betul, bella emang bukan pacar
gue, tapi apapun yang terjadi sama dia, gue ngga bisa mengabaikannya karena…”
“Udah! Lo jangan berbelit belit!
Nggak usah pake ucapan ucapan ngga mutu itu! Ngga usah ngerangkai kata kata
indah buat sekedar ngomongin ini.” Akhirnya Cindai meledak juga. Susah payah ia
melapangkan hati dan menahan perasaan, tapi akhirnya ngga tahan juga.
“KALO LO MAU CERITAIN KISAH
INDAH LO SAMA BELLA, APAPUN TUJUAN LO, LANGSUNG AJA! GUE DENGERIN! BIAR LO
PUAS! BIAR LO SENENG!” bentak Cindai seraya bangkit dan berdiri. Dia mulai
menangis, berusaha tidak bersuara.
“Ndai…” kata bagas meraih
tangannya.
“UDAH!!” Cindai merenggut
tangannya dan berlari menuju ombak. Dibiarkannya ombak menelan sedikit kakinya
agar perasaan amarahnya sedikit mereda.
Bagas bangkit dan berlari
menyusulnya. “TAPI INI BUKAN TENTANG GUE DAN BELLA, NDAI!” serunya
“TERUS SIAPA LAGI?” Cindai ngga
mau kalah.
Lama mereka sama sama diam,
mengatur perasaan, membujuk emosi mereka agar reda. “Oke gue dengerin lo.” Kata
cindai tenang. Dia berusaha meredam api yang menari nari dihatinya
Mereka kembali ke tempat tadi
dan duduk sesaat dalam diam, memandangi titik terakhir matahari itu. Pelan
langit mulai gelap sementara bias merah senja masih terlukis indah di ujung
sana.
“Ini tentang bella, dan
mamanya.” Bagas mulai bicara
“Mama Bella udah lama dirawat di
panti rehabilitasi.” Lanjut bagas pelan. “Seharusnya nggak lama lagi mamanya
udah bisa pulang dan ngumpul lagi bareng bella. Tapi hari itu bella dapat kabar
kalau mamanya… mencoba bunuh diri lagi.”
“Lagi?” ujar cindai spontan. Dia
membayangkan dirinya berada diposisi bella. Menyedihkan. Cindai menoleh dan
memandang bagas penuh tanda Tanya.
“Ya, untuk kedua kali. Gue juga
ngga tau pasti kenapa mamanya bisa bertindak seperti itu. Padahal hanya dia
milik bella saat ini. Gue tau derita batin yang dialami bella jauh lebih berat
daripada yg bisa gue bayangin. Walaupun dia selalu berusaha meyakinkan gue
bahwa dia baik baik aja. Gue sampe nggak abis pikir kenapa cewek kaya bella
bisa tegar menghadapi semuanya.”
“bella hanya memiliki mamanya?”
“Ya gitu deh… tapi bella ngga
cerita banyak tentang itu. Yang gue tau, bella berasal dari keluarga yang Broken home. Waktu orangtuanya bercerai,
bella dipaksa ikut mamanya, meskipun hal itu sangat bertentangan dengan
keinginannya. Merekapun pindah kesini dan tinggal di apartmen”
“Sejak itu hidup bella
berantakan. Karier mamanya hancur dan dia memperlakukan putrinya dengan buruk.
Bella menjadi pelampiasan kekecewaannya saat dia dilanda masalah.”
Cindai ngga tau harus ngomong apa. Yang jelas dia merasa beruntung memiliki mama yang sangat menyayanginya. Menyadari itu rasa kasian pun muncul dihatinya. Dia sendiri nggak mungkin bisa setegar bella.
Cindai ngga tau harus ngomong apa. Yang jelas dia merasa beruntung memiliki mama yang sangat menyayanginya. Menyadari itu rasa kasian pun muncul dihatinya. Dia sendiri nggak mungkin bisa setegar bella.
“Dan selama itulah gue selalu
berusaha jadi sahabat bella. Gue berusaha selalu ada saat dia butuh gue, saat
dia sendirian atau ketakutan.”
Sekelebat rasa cemburu datang
membakar hatinya. Namun dia mencoba tetap tenang untuk mendengarkan.
“Gue membantu sebisa gue. Ketika
bella tau mamanya mencoba bunuh diri, dia langsung lari ke gue. Akhirnya gue
minta tolong ortu gue buat nolong nyokap bella. Sejak itu mama bella aman
bersama ortu gue, terutama nyokap. Dan selama itu pula bella dititipkan ke gue.
Gue ngejaga dan ngawasin dia. Biar bella ngga salah arah. Biar dia ngga macem
macem. Karena gue sendiri sadar bella labil dan nekat.”
Cindai terdiam lama sekali.
Semua jadi jernih dan jelas baginya. “Keadaan mama bella gimana?” Tanya cindai
sambil menerawang jauh ke langit
“Baru melewati masa kritis, jadi
kami bisa pulang dari panti. Tapi dia masih belum sadar, jadi masih harus
dirawat.”
“Terus kenapa kalian balik?”
Tanya cindai
“ada tugas mata kuliah besok.
Jadi kami memutuskan untuk pulang dulu.” Jawab bagas singkat
“Terus bella? Apa dia ngga apa
apa ditinggal… sendirian?”
“Nggak masalah. Malah dia yang
nyaranin gue untuk ketemu lo” balas bagas
Sebelum cindai sempat bertanya
kenapa, cowok itu melanjutkan, “Dia ngomong sebelum gue minta.”
Cindai tertegun. Banyak hal yang
ngga terduga yang diketahuinya malam itu.
“Kenapa?”
“Entahlah…” sahut bagas pasrah. “Tapi yang jelas, bella ngga buta, ngga tuli dan dia juga punya perasaan. Dia sadar perbuatannya salah karena terlalu memonopoli gue, dan menghalangi cewek cewek lain yang mau temenan sama gue. Tapi disisi lain dia juga adar ada satu hal yang ngga bisa dia halang halangin. Dan itu adalah……. Perasaan gue.”
“Entahlah…” sahut bagas pasrah. “Tapi yang jelas, bella ngga buta, ngga tuli dan dia juga punya perasaan. Dia sadar perbuatannya salah karena terlalu memonopoli gue, dan menghalangi cewek cewek lain yang mau temenan sama gue. Tapi disisi lain dia juga adar ada satu hal yang ngga bisa dia halang halangin. Dan itu adalah……. Perasaan gue.”
-Bersambung-
Kritik & saran mention @zaakyki ya :)
kk.. maaf aku lagi bosan jadi aku ngacari cerbung.aku baca cerbung ini udah ampe part 9 season 2 tapi kok ga ada sambungannya?? pliase kk ganttungg !!
BalasHapus