Halo semuaa :)
Makasih ya yang udah nungguin My Diary season 2 ini. Karena kalian, My diary season 2 ini ada. Sekali lagi makasih ya :)
Cek this out!!
Makasih ya yang udah nungguin My Diary season 2 ini. Karena kalian, My diary season 2 ini ada. Sekali lagi makasih ya :)
Cek this out!!
***
“Cindai… mama tunggu kamu diluar tapi kamu malah disini. Ayo,
berangkat!” seru Ify sabar.
Cindai
menoleh, lalu mengangguk. Dia turun dari ayunan disamping kolam renang yang
kosong, mengikuti mamanya melewati pintu kaca yang besar lalu menguncinya. Ditatapnya
tempat itu sejenak sebelum berbalik. Sebentar lagi dia akan meninggalkan tempat
ini, tempat dia banyak menghabiskan sorenya dengan tenang. Ayunan bersofa,
kursi santai, dan air bed yang sangat menyenangkan. Tempat yang paling banyak
memberinya curahan inspirasi dan kedamaian hati bersama orang orang yang
disayanginya.
Dia
melangkah menuju pintu keluar, melewati meja makan keramik yang selalu berkilau
seraya menyentuhnya sambil lalu. Tak jauh dari meja makan itu, menghadap ke
jendela yang besar, duduk disebuah piano yang sangat menawan yang seakan
menunggu jari jarinya yang lincah memainkannya. Cindai menghampirinya,
mengusapnya pelan sepenuh perasaan. Piano ini takkan pernah berdenting lagi,
takkan pernah melantunkan melodi yang menghanyutkan perasaan orang orang yang
mendengarnya.
Seharian
pun takkan cukup untuknya mengungkit kenangan dirumah ini. Akhirnya dia
memutuskan untuk beranjak pergi. Tapi sesuatu kembali mengusik hatinya.
Cindai
menatap pintu kamarnya yang terletak di seberang sofa keluarga. Tempat paling
pribadi dan banyak menyimpan cerita serta rahasia. Tempat ia bersembunyi dan
melarikan diri. Tempat yang mewakili seluruh dunia yang dimilikinya. Cindai
melangkah mendekat dan perlahan membuka pintu.
Serta-merta
rasa sesak memenuhi hatinya. Cindai duduk diatas tempat tidur dan memandang
berkeliling. Sebagian jiwanya telah melekat dikamar ini. Namun dia juga tau
jika dia tetap disini, kamar ini hanya akan mengingatkannya pada luka dan
perasaan kecewa yang teramat dalam. Takkan ada lagi tawa, canda ataupun
kegembiraan. Cindai bangkit. Dia memutuskan untuk menutup kamar ini selamanya
bagi dirinya.
Di dekat
pintu, langkahnya terhenti. Dia berbalik, lalu menghampiri sisi lemari yang
sudah kosong, meraba raba celah sempit disana. Dapat! Cindai menarik buku kecil
yang nyaris terlupakan itu; Diary. Dia membalik balik halamannya dengan cepat.
Diary
itu pernah basah oleh air matanya, pernah remuk oleh amarahnya dan pernah ikut
serta merasakan kebahagiaannya. Cindai memasukkan diary itu ke tasnya dan
mengunci pintu. Selamanya, untuk dirinya.
Dia
tiba di pintu yang terpentang lebar dan melewatinya. Kini ia telah selangkah
meninggalkan rumah.
“Udah?” Tanya ify
Cindai mengangguk seraya tersenyum bimbang “Udah, ma”
“Maa, biar aku aja yang ngunci pintunya. Boleh kan?”
tambah cindai.
Ify tersenyum “iya dong.. ini” dan memberi putrinya kunci.
Apapun
yang berada di balik pintu kini adalah dunia yang lain, semua berisi masa lalu.
Dan terima kasih, pintu, simpanlah semuanya rapat rapat.
***
Bagas,
Chelsea, Difa, Angel dan Marsha. Semua masa lalu yang kini akan cindai temui
lagi. Ya, cindaiakan ke Jakarta lagi. Universitas bergengsi di Jakarta telah
menunggunya. Cindai percepat langkahnya menuju pesawat yang tinggal menunggu
menit untuk berangkat.
“Gimana perasaan kamu?” Tanya mama
“Hmm.. campur sih ma” balasnya
“Kok?”
“Apa perlu dijelasin?” Tanya cindai. Mama hanya diam dan
memalingkan wajah.
***
Cindai masih dalam lamunannya di
teras rumah. Ya teras rumah yang ia dulu menjadi tempatnya berkumpul bersama
sahabat sahabatnya. Tersenyum sebentar, dan masuk guna mengganti moodnya dengan
menonton tv.
Sudah setengah 7 malam, tapi dia
belum ngantuk atau ingin tidur. Bingung mau ngapain, cindai meraih ponsel dan
memencet beberapa angka yang sangat dikenalnya, lalu menunggu. Harap harap
cemas jikalau nomor yang ia hubungi sudah berganti pemilik.
“Halo?” sebuah suara yang sangat akrab menyahut di
seberang sana.
“Haloo..” jawab Cindai semangat
“Ini siapa?” suara itu kembali terdengar disela sela
kesunyian yang menerpa
“Cindai. Apa kabar lo ngel?”
“Cindai? Hei kemana aja looo??? Gue teleponin nomor lo ga
aktif. Apa kabarr? Gue kangen ndai sama lo…” cewek bernama angel itu nyerocos
“Hmm.. gue baik kok. Lo gimana?” Tanya cindai
“Gue baik. Baik banget hehe…” balasnya
“Gimana dia?”
“Dia?” Tanya angel bingung
“Iya dia…” jelas cindai
“Oh… gue udah ga pernah ketemu lagi ndai, paling difa tuh”
jawab angel seakan tau tentang ‘Dia’ yang dimaksud cindai.
“Aduh sumpah gue juga kangen kalian.. kapan ketemu lagi?”
“Gue sibuk kuliah ndai.. gatau deh… lo masih dimanado?” Tanya
angel
“hmm..”
“Masih ndai?” ulangnya lagi
Cindai gusar antara ingin berbicara jujur kalau Ia sudah
di Jakarta atau tidak
“ngga.. gue.. udah…di..”
Tutt…tutt…
Teleponnya terputus.
“yaaaaaaaahhh putus… ngga ngel, gue udah balik. Gue udah
dijakarta. Dan gue mau ngulang semuanya” ujar cindai lalu menaruh teleponnya
dan segera meneruskan pandangan ke televisi.
-Bersambung-
Follow My twitter :) @zaakyki & @DifaMDP. Maaf bagian ini pendek :) sebagai awal aja. kalo positif, bakal dilanjut :) makasih~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar