Rabu, 18 Desember 2013

Cerbung My Diary part 8 Season 2


Hai :)

Semoga kalian suka yaa......
---
Cekidot!
---
“UDAH!!” Cindai merenggut tangannya dan berlari menuju ombak. Dibiarkannya ombak menelan sedikit kakinya agar perasaan amarahnya sedikit mereda.
Bagas bangkit dan berlari menyusulnya. “TAPI INI BUKAN TENTANG GUE DAN BELLA, NDAI!” serunya
“TERUS SIAPA LAGI?” Cindai ngga mau kalah.
Lama mereka sama sama diam, mengatur perasaan, membujuk emosi mereka agar reda. “Oke gue dengerin lo.” Kata cindai tenang. Dia berusaha meredam api yang menari nari dihatinya
Mereka kembali ke tempat tadi dan duduk sesaat dalam diam, memandangi titik terakhir matahari itu. Pelan langit mulai gelap sementara bias merah senja masih terlukis indah di ujung sana.
“Ini tentang bella, dan mamanya.” Bagas mulai bicara
“Mama Bella udah lama dirawat di panti rehabilitasi.” Lanjut bagas pelan. “Seharusnya nggak lama lagi mamanya udah bisa pulang dan ngumpul lagi bareng bella. Tapi hari itu bella dapat kabar kalau mamanya… mencoba bunuh diri lagi.”
“Lagi?” ujar cindai spontan. Dia membayangkan dirinya berada diposisi bella. Menyedihkan. Cindai menoleh dan memandang bagas penuh tanda Tanya.
“Ya, untuk kedua kali. Gue juga ngga tau pasti kenapa mamanya bisa bertindak seperti itu. Padahal hanya dia milik bella saat ini. Gue tau derita batin yang dialami bella jauh lebih berat daripada yg bisa gue bayangin. Walaupun dia selalu berusaha meyakinkan gue bahwa dia baik baik aja. Gue sampe nggak abis pikir kenapa cewek kaya bella bisa tegar menghadapi semuanya.”
“bella hanya memiliki mamanya?”
“Ya gitu deh… tapi bella ngga cerita banyak tentang itu. Yang gue tau, bella berasal dari keluarga yang Broken home. Waktu orangtuanya bercerai, bella dipaksa ikut mamanya, meskipun hal itu sangat bertentangan dengan keinginannya. Merekapun pindah kesini dan tinggal di apartmen”
“Sejak itu hidup bella berantakan. Karier mamanya hancur dan dia memperlakukan putrinya dengan buruk. Bella menjadi pelampiasan kekecewaannya saat dia dilanda masalah.”
Cindai ngga tau harus ngomong apa. Yang jelas dia merasa beruntung memiliki mama yang sangat menyayanginya. Menyadari itu rasa kasian pun muncul dihatinya. Dia sendiri nggak mungkin bisa setegar bella.
“Dan selama itulah gue selalu berusaha jadi sahabat bella. Gue berusaha selalu ada saat dia butuh gue, saat dia sendirian atau ketakutan.”
Sekelebat rasa cemburu datang membakar hatinya. Namun dia mencoba tetap tenang untuk mendengarkan.
“Gue membantu sebisa gue. Ketika bella tau mamanya mencoba bunuh diri, dia langsung lari ke gue. Akhirnya gue minta tolong ortu gue buat nolong nyokap bella. Sejak itu mama bella aman bersama ortu gue, terutama nyokap. Dan selama itu pula bella dititipkan ke gue. Gue ngejaga dan ngawasin dia. Biar bella ngga salah arah. Biar dia ngga macem macem. Karena gue sendiri sadar bella labil dan nekat.”
Cindai terdiam lama sekali. Semua jadi jernih dan jelas baginya. “Keadaan mama bella gimana?” Tanya cindai sambil menerawang jauh ke langit
“Baru melewati masa kritis, jadi kami bisa pulang dari panti. Tapi dia masih belum sadar, jadi masih harus dirawat.”
“Terus kenapa kalian balik?” Tanya cindai
“ada tugas mata kuliah besok. Jadi kami memutuskan untuk pulang dulu.” Jawab bagas singkat
“Terus bella? Apa dia ngga apa apa ditinggal… sendirian?”
“Nggak masalah. Malah dia yang nyaranin gue untuk ketemu lo” balas bagas
Sebelum cindai sempat bertanya kenapa, cowok itu melanjutkan, “Dia ngomong sebelum gue minta.”
Cindai tertegun. Banyak hal yang ngga terduga yang diketahuinya malam itu.
“Kenapa?”
“Entahlah…” sahut bagas pasrah. “Tapi yang jelas, bella ngga buta, ngga tuli dan dia juga punya perasaan. Dia sadar perbuatannya salah karena terlalu memonopoli gue, dan menghalangi cewek cewek lain yang mau temenan sama gue. Tapi disisi lain dia juga adar ada satu hal yang ngga bisa dia halang halangin. Dan itu adalah……. Perasaan gue.”
Cindai ngga yakin dia ngerti apa yang dimaksud bagas. namun wajahnya memanas dan darahnya mengalir begitu cepat.
“Mungkin selama ini gue emang ngga peduli apa yang dipengenin bella. Gue juga ngga peduli sama cewek cewek yang batal ngedeketin gue lantaran takut sama bella. Semua itu ngga penting buat gue,” bagas berkata serius
“Tapi semua itu ngga berlaku setelah gue ketemu lo lagi, Ndai. Gue ngga mau lo diperlakukan buruk lagi oleh bella layaknya dulu lo diperlakukan buruk sama misel karna kita deket. Gue ngelarang bella ngelakuinnya. Gue tau dia kecewa . tapi gue juga ngga tau harus gimana, apalagi bella ngga mau tau, tetep keras kepala, dan menutup mata terhadap apa yang gue rasain.”
Bagas menatap cindai lurus sampe cewek itu menunduk dan nyaris salting.
“Rasa itu ngga pernah di hati gue sebelumnya. Perasaan yang mungkin ngga selalu indah untuk dirasakan. Apalagi kalo lo jauh dari gue. Lo ngga tau gimana resahnya gue waktu ninggalin lo kemaren. Tapi disisi lain gue merasa bertanggung jawab sama bella. Gue jadi serbasalah.”
Cindai tetap diam. Dia masih tertunduk dan membisu, semakin kehilangan kata dan suara. Mungkin udara dinginlah yang membekukan semuanya. Hatinya lelah karena semua ini.
“Ndai…” bagas menyapa cindai yang membatu. “Cindai Gloria…?”
“Hmm.. ya maaff…” ujar cindai terburu buru, malu sendiri. Bagas melihat kilatan aneh dari mata cindai.
“bella titip ini sebelum gue pergi. Katanya buat elo. Gue ngga tau apa isinya, tapi gue udah janji akan nyampein ke lo.”
Dengan bimbang cindai membuka lipatan kertas itu. Apasih maunya bella? Batinnya. Lalu Cindai mulai membaca…
***
Gue tau, nggak semua yang kita inginkan selalu dapat diraih. Dan gue tau, ngga selalu orang yang kita cintai balas mencintai. Waktu terus bergulir dan akhirnya gue sadar, dia telah menemukan cintanya.
Mungkin inilah saatnya dia menyelami hatinya sendiri, gue ngga bisa mencegah itu, walaupun hati gue sakit. Tapi entah kenapa, melihat dia hampa tanpa cintanya, hati gue lebih sakit. Gue seakan ngga ada baginya, walaupun gue dekat di sampingnya. Gue masih ingin melihatnya tersenyum dan tertawa lepas, walaupun itu bukan buat gue, walaupun itu bikin hati gue sakit.
Walaupun gue belum sepenuhnya yakin atas keputusan gue ini, namun kali ini gue membiarkan dia menemui cinta-nya.

-Bella-
***
Beberapa saat mereka terdiam
“Apa bella ngomong kasar?” Tanya bagas ingin tau
“Ngga kok..” jawab cindai. “Mungkin sedikit banyak gue bisa ngerti perasaan dia. Gue juga ga bisa berkomentar banyak. Sebenarnya yang dialamin bella nggak jauh beda sama yang gue alami. Bedanya gue hanya sedikit lebih beruntung, mungkin.”
“Maksud lo, Ndai?”
Cindai tersenyum miris. “emang sih dikeluarga gue ngga ada yang harus direhabilitasi atau mencoba buat bunuh diri berulang kali. Tapi bagian hidup gue cukup menyedihkan. Namun yang paling penting sekarang gue masih punya mama yang sayang sama gue”
Cindai memeluk kakinya dan menopangkan dagunya dilutut. Keheningan kembali menyelimuti mereka. Bagas memandang cewek itu sesaat. Sosok yang membuatnya selalu rindu dan ingin bertemu. Kemudian dia menatap langit, mengharapkan keberanian untuk bersuara, keberanian untuk menyampaikan perasaan.
Bagas kembali memandang cindai dan berkata, “Ndai, apapun penilaian lo terhadap gue setelah ini, gue mungkin ga peduli. Karena gue Cuma pengen lo tau kalo gue sayang sama lo…..”
Degup jantung cindai sangat kuat dan dekat. Tiba tiba dia merasa hangat, karena bagas merangkulnya dekat ke tubuhnya.
“Gue ga mau kehilangan lo, sama sekali ga mau, Ndai.” Bisik bagas
Cindai ngga ngomong apa apa. Bahasa diamnya sudah lebih dari cukup bagi bagas. itu artinya cindai yakin tapi masih ada rasa yang mengganjal dihatinya.
“Tapi, gue gamau bella jadi kaya misel dulu gas. Bisa?” Cindai menoleh ke bagas penuh harapan
Bagas kaget dan menoleh ke cindai. Mata mereka bertemu. Dengan keberanian. “Bisa” jawab bagas mantap
“makasih ya gas….” Peluk cindai ke bagas. disaksikan oleh ombak yang berdebar debur di hadapan mereka dan juga oleh angin yang makin membuat mereka merasa nyaman menghabiskan waktu berdua.
***
Zrrt…Zrrtt…
Bella menekan tombol hijau di hapenya yang bergetar
“Ya. Saya sendiri. APA?! Sekarang juga? Baiklah…”
Dengan panic bella keluar kamar mandi dan menuju kelas. Mamanya kembali kritis. apakah semua ini belum cukup buruk?! Jeritnya
Sial! Dia tidak menemukan bagas. bella menghubungi bagas, tapi tidak berhasil. Dengan gusar dia merenggut tasnya, lalu berjalan secepat mungkin menuju lobby untuk izin mata kuliah selanjutnya.
“Bel, lo mau kemana?” aldi tau tau muncul dihadapannya. “Lo kenapa bel?” Tanya aldi cemas
“Bukan urusan lo! Minggir!” bentak bella sambil mendorong aldi. Dia kembali melangkah.
“Nggak!” aldi meraih pergelangan tangan cewek itu.
“Eh apa apaan sih lo?! Lo nyakitin gue tau! Lepasin!” bella meronta ronta. Tapi percuma, cowok itu jauh lebih kuat.
“Apasih mau lo?! Tantang bella
“Gue Cuma pengen lo berhenti bersikap kaya gini ke gue!”tukas aldi tegas. “gue pengen lo ngomong lagi ke gue. Gue mau kita kaya dulu lagi” suara aldi melunak
In your dreams!” tukas bella ketus. “gue ga butuh lo atau siapapun yang bersama lo! Ngerti?”
“Lo dulu ga kaya gini,” kata aldi dengan nada menyesal
“Makasih buat perhatian lo,” sahut bella tanpa memandang aldi
“Gue nyesel, bel. Gue…”
“Maaf gue buru buru, gue ga punya waktu dengerin rentetan penyesalan lo. Permisi!”
“Gue sayang lo. Dan gue yakin lo juga masih sayang sama gue. Karena gue kenal gimana lo, Bel! Lebih daripada siapapun.” Bisik aldi memandangi bella yang bergegas menuju gerbang.
***
Dalam sekejap cindai menyesap habis minuman dingin yang mereka beli. Mereka duduk di bawah pohon mahoni yang tua di sudut lapangan basket. Rindangnya pohon membuat mereka terlindung dari sengatan cahaya matahari. Cindai duduk bersandar sambil menyelonjorkan kaki.
“Capek juga ya..” katanya
“Hmm…” gumam aldi setuju. Dihabiskannya sisa minumannya. “Jadi?”
“Jadi apa?” Tanya cindai setengah tolol.
“Ndai, lo ga lupa kan kita kesini buat apa?”
“Oh iya..” Cindai menepuk kening. “Gue nyaris lupa!”
“Gue mau lo ngasih tau gue semua yang lo tau tentang bella.” Kata aldi. “Sekarang juga.”
Cindai mulai bercerita sambil menerawang, seakan kata katanya tertulis di langit biru. Diceritakannya semua yang telah diceritakan bagas kepadanya
“Kenapa bella bersikeras menghadapi semua itu sendirian ? padahal gue selalu siap membantunya.” Balas aldi. “gue selalu mau tau keadaannya, apa aja yang dirasakannya, tapi dia ga pernah nganggep gue ada. Gue ga tau apa salah gue, keadaan lah yang bikin gue sama dia jadi serbasalah!”
Sesaat mereka terdiam
“Lo pasti sayang banget ya sama bella. Yakan?” Tanya cindai tanpa menoleh. “Lo ngga perlu cerita kok tentang dia. Gue rasa udah cukup yang gue ketahui tentang dia.
Aldi diam sejenak. “Benar, gue emang sayang sama bella, tapi kalo boleh jujur….. gue juga sayang sama lo.”
Apa? Cindai yakin dia salah dengar. Ditatapnya aldi yang sedang menatap nanar ke rerumputan di sela sela kakinya, seakan akan jawaban akan datang dari rumput hijau yang bisu itu.
“Lo tadi bilang apa?!” Tanya cindai kaget, masih ngga yakin dengan apa yang didengarnya barusan
Dia menatap ga percaya cowok yang duduk di sampingnya itu. Tapi ngga ada keraguan di wajah yang tenang itu, poni hitamnya tertiup sejuknya angin dibawah rindangnya pohon mahoni yang melindungi mereka.
“Gue sayang bella, dan gue juga sayang lo.” Ulangnya. “gue gatau sejak kapan perasaan itu muncul. Yang jelas, makin hari rasa itu makin kuat di hati gue.” Ujar aldi lirih
“Tapi…” suara cindai tercekat. Dia ga sanggup mengatakannya. Ini ga boleh terjadi, benar benar ga boleh! Cindai langsung teringat pada salsha yang sangat memuja cowok ini. Sudah cukup dia menahan perasaan melihat aldi selalu memperhatikan bella. Cewek yang kemungkinan besar adalah cinta masa lalu aldi. Sudah cukup tanpa cowok itu harus memendam perasaan yang sama terhadap cindai
“Lo jangan konyol, Al!” kata cindai seraya berdiri, lalu pergi dari situ


-Bersambung-

Kritik saran mention @zaakyki :) makasihyaaa

Cerbung My Diary Part 7 Season 2


Hai :))
Hope you like!!!

Check this out!!
---
Cindai tetep diam. Dia ngga abis pikir, kenapa cowok ini bisa bersikap seakan akan ga ada apa apa. Apa dia ngga tau gimana perasaan cindai saat dia hilang? Bayangan bayangan yang sempat terlintas saat dia ga ada? Apakah cowok ini ngga ngerti perasaan cewek?
“Ini diaa tempat baksonyaa…” kata bagas sambil menepikan mobil. “Kalo pengen nyoba, kita bisa makan disini dulu.”
“Lo bisa berenti pura pura nggak sih?” Cindai menahan emosi. “Tujuan awalnya nggak kesini kan?”
“Emang nggak.. abis suasananya dingin sih, jadi perlu diangetin dulu..” ujar bagas.
Cindai mengepalkan tangan dan menatap lurus ke jalanan. Apa sih maunya cowok ini?!
“Ndai..” ujar bagas sambil menyentuh pundak Cindai
Refleks cindai menepis tangan cowok itu kuat kuat. Sehingga bagas kaget dibuatnya. “LO APA APAAN SIH?!” sergah cindai
“Ndai, lo kenapa sih?! Bagas berusaha tetap tenang.
“Ndai….” Bagas mendesah. Dia jadi serbasalah. “Lo kenapa? Gue salah, ya? Gue bikin lo marah? Gue bikin lo…”
“IYA!! GUE EMANG MARAH, GUE SEDIH, GUE KECEWA. PUAS?!” Cindai berteriak sekencang kencangnya. Tangisnya pecah. Dia menutup wajahnya dan menangis melepaskan perasaan yang tadi menghantam dadanya.
Bagas terdiam, tak tau harus bilang apa. Dia tau cewek itu memendam perasaan terhadapnya. Tapi bagas tidak mau membahasnya sampe mereka benar benar berada di tempat yang tepat. Namun, dia juga tak ingin diam diaman seperti ini.
“Maaf, ndai.. gue ngga bermaksud bikin lo marah.” Bagas membelai rambut cindai lembut. “Lo jangan nangis lagi ya.. kita lanjutin perjalanan.. bentar lagi nyampe kok”
Cindai masih menunduk. Diusapnya air matanya, kemudian mengangguk. “gue juga minta maaf” katanya kemudian
***
Jumat, 12 Desember 2013

              Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas.

-Cindai
---
“Nulis apaan sih?” Tanya bagas yang mengalihkan pandangan kea rah cindai
“Fokus nyetir aja!” ujar cindai lalu membuang muka
“Iyadeh..” balas bagas lalu kembali focus
Ditaronya buku itu dan segera tertidur.

Beberapa menit kemudian.

Cindai memandang keluar. Iya. Mereka sudah sampai di pantai yang pernah mereka datangi sebelumnya. Cindai tersenyum samar. Matahari memerah, namun belum tenggelam sepenuhnya.
“Ini apa?” Tanya cindai bingung sambil membuka kantong kertas itu
“buat lo ndai. Soalnya disini dingin banget. Inget, kan?” jelas bagas. “Dan gue gamau lo masuk angin terus sakit..”
Cindai menarik sweater biru itu dengan lembut dari dalam kertas. “Wooww..” spontan ia berseru. “Bagus banget…”
“Dipake yaa..”
Cindai menatap bagas sesaat, ragu gimana harus bersikap terhadapnya. Kalau teringat kejadian beberapa hari lalu, hatinya sakit lagi. Namun jika melihat sikap bagas yang lembut dan perhatian, hati cindai yang sebeku es seakan mencair begitu saja.
“makasih ya…” katanya sambil mengenakan sweaternya
Bagas mengenakan jaket pemberian cindai waktu itu, lalu mengajaknya keluar mobil. Mereka berjalan diam. Sesekali dia melirik cowok itu.
Sekelebat cindai teringat sesuatu, sesuatu yg dilihatnya ketika bersama aldi. Gak salah lagi. “Mobil itu,” cindai berkata ragu. “Bella, kan?”
Bagas heran cindai tau. “iya..” jawabnya singkat.
Semakin jelas, batin cindai. Mereka pasti lebih dekat daripada yang disangkanya. Mereka pasti lebih sering menghabiskan waktu bersama dibanding dengan cindai. Hal hal kecil seperti itu membuat cindai merasa tersingkir. Dia benar benar ingin mengeja ombak dan segera menumpahkan isi hatinya.
Bagas menggenggam tangan cindai, dan seakan membaca pikirannya, mengajak cindai mendekat ke pantai . hanya ada mereka dan ombak. Cindai menatap batas langit. Sedikit diatasnya tampak matahari bersemu merah terlihat jauh lebih besar dan bulat, beranjak pelan ke peraduan.
Mereka melangkah diem dieman. Bagas ngga memperlihatkan gelagat ingin menjelaskan sesuatu. Cindai pun menikmati kebisuan itu. Mereka menyusuri pantai, lalu beranjak sedikit menjauhi ombak.
Tanpa mengucapkan sepatah kata, bagas duduk di pasir dan cindai mengikutinya. Cowok itu sepertinya masih sibuk dengan pikirannya sehingga Cuma diam memandang nanar jauh ke hadapannya.
“Jangan pernah tinggalin gue kaya gitu lagi.” Cindai memecah keheningan. Tiupan angin membuat perasaannya tenang.
Deg. Seperti déjà vu. Nyaris dalam mimpinya tempo hari dengan Chelsea. Cindai teringat sekilas banyangan Chelsea yang mengatakan hal yang sama kepadanya..
Bagas menoleh dan menatap Cindai sesaat, lalu pandangannya lurus lagi ke depan. “Gue emang mau minta maaf soal itu.” Ujarnya sungguh. “Maaf gue udah bikin lo marah. Bikin lo kecewa.”
Dan untuk itulah kita disini,Cindai berkata dalam hati. Awalnya dia ingin marah marah sepuasnya, begitu mendapat kesempatan bicara . dia ingin menumpahkan semuanya, semua yang telah ia tahan selama ini, semua yang membuat hatinya pedih.
Apapun. Apapun yang akan dikatakan cowok ini sekarang, cindai akan mendengarnya. Ngga peduli itu baik atau buruk. Apapun itu, tumpahkan saja.
“Maaf.” Ulang Bagas. “Waktu itu gue kalut. Ngeliat bella kaya gitu, gue ga bia ninggalin dia. Gue serbasalah, dan gue terdesak oleh 2 pilihan. Gue sadar bella tanggung jawab gue, jadi…”
Lo memilih bella, di dalam hati cindai ngelanjutin kata kata yang ngga sanggup diutarakan cowok itu. Perasaannya kembali sesak. Dia merasa kalah, merasa kembali tersingkir, merasa bukan siapa siapa, merasa orang asing dan merasa ngga berarti. Dia menyesal mendengarnya, tapi ini kenyataan yang ngga bisa dipungkiri. Apakah ngga ada kata yang lebih halus lagi? Pikir cindai. Digenggamnya pasir sekuat tenaga namun butir pasir itu melarikan diri dan jatuh kembali. Seandainya gue juga bisa melarikan diri semudah dan secepat itu, batin Cindai.
“Tanggung Jawab?” Cindai bertanya pelan, lebih kepada diri sendiri. Gue emang bukan siapa siapa lo, sekarang lo bebas ngutarain kedekatan lo dengan bella. Ya, ya, sakitin aja perasaan gue terus.
“Betul, bella emang bukan pacar gue, tapi apapun yang terjadi sama dia, gue ngga bisa mengabaikannya karena…”
“Udah! Lo jangan berbelit belit! Nggak usah pake ucapan ucapan ngga mutu itu! Ngga usah ngerangkai kata kata indah buat sekedar ngomongin ini.” Akhirnya Cindai meledak juga. Susah payah ia melapangkan hati dan menahan perasaan, tapi akhirnya ngga tahan juga.
“KALO LO MAU CERITAIN KISAH INDAH LO SAMA BELLA, APAPUN TUJUAN LO, LANGSUNG AJA! GUE DENGERIN! BIAR LO PUAS! BIAR LO SENENG!” bentak Cindai seraya bangkit dan berdiri. Dia mulai menangis, berusaha tidak bersuara.
“Ndai…” kata bagas meraih tangannya.
“UDAH!!” Cindai merenggut tangannya dan berlari menuju ombak. Dibiarkannya ombak menelan sedikit kakinya agar perasaan amarahnya sedikit mereda.
Bagas bangkit dan berlari menyusulnya. “TAPI INI BUKAN TENTANG GUE DAN BELLA, NDAI!” serunya
“TERUS SIAPA LAGI?” Cindai ngga mau kalah.
Lama mereka sama sama diam, mengatur perasaan, membujuk emosi mereka agar reda. “Oke gue dengerin lo.” Kata cindai tenang. Dia berusaha meredam api yang menari nari dihatinya
Mereka kembali ke tempat tadi dan duduk sesaat dalam diam, memandangi titik terakhir matahari itu. Pelan langit mulai gelap sementara bias merah senja masih terlukis indah di ujung sana.
“Ini tentang bella, dan mamanya.” Bagas mulai bicara
“Mama Bella udah lama dirawat di panti rehabilitasi.” Lanjut bagas pelan. “Seharusnya nggak lama lagi mamanya udah bisa pulang dan ngumpul lagi bareng bella. Tapi hari itu bella dapat kabar kalau mamanya… mencoba bunuh diri lagi.”
“Lagi?” ujar cindai spontan. Dia membayangkan dirinya berada diposisi bella. Menyedihkan. Cindai menoleh dan memandang bagas penuh tanda Tanya.
“Ya, untuk kedua kali. Gue juga ngga tau pasti kenapa mamanya bisa bertindak seperti itu. Padahal hanya dia milik bella saat ini. Gue tau derita batin yang dialami bella jauh lebih berat daripada yg bisa gue bayangin. Walaupun dia selalu berusaha meyakinkan gue bahwa dia baik baik aja. Gue sampe nggak abis pikir kenapa cewek kaya bella bisa tegar menghadapi semuanya.”
“bella hanya memiliki mamanya?”
“Ya gitu deh… tapi bella ngga cerita banyak tentang itu. Yang gue tau, bella berasal dari keluarga yang Broken home. Waktu orangtuanya bercerai, bella dipaksa ikut mamanya, meskipun hal itu sangat bertentangan dengan keinginannya. Merekapun pindah kesini dan tinggal di apartmen”
“Sejak itu hidup bella berantakan. Karier mamanya hancur dan dia memperlakukan putrinya dengan buruk. Bella menjadi pelampiasan kekecewaannya saat dia dilanda masalah.”
Cindai ngga tau harus ngomong apa. Yang jelas dia merasa beruntung memiliki mama yang sangat menyayanginya. Menyadari itu rasa kasian pun muncul dihatinya. Dia sendiri nggak mungkin bisa setegar bella.
“Dan selama itulah gue selalu berusaha jadi sahabat bella. Gue berusaha selalu ada saat dia butuh gue, saat dia sendirian atau ketakutan.”
Sekelebat rasa cemburu datang membakar hatinya. Namun dia mencoba tetap tenang untuk mendengarkan.
“Gue membantu sebisa gue. Ketika bella tau mamanya mencoba bunuh diri, dia langsung lari ke gue. Akhirnya gue minta tolong ortu gue buat nolong nyokap bella. Sejak itu mama bella aman bersama ortu gue, terutama nyokap. Dan selama itu pula bella dititipkan ke gue. Gue ngejaga dan ngawasin dia. Biar bella ngga salah arah. Biar dia ngga macem macem. Karena gue sendiri sadar bella labil dan nekat.”
Cindai terdiam lama sekali. Semua jadi jernih dan jelas baginya. “Keadaan mama bella gimana?” Tanya cindai sambil menerawang jauh ke langit
“Baru melewati masa kritis, jadi kami bisa pulang dari panti. Tapi dia masih belum sadar, jadi masih harus dirawat.”
“Terus kenapa kalian balik?” Tanya cindai
“ada tugas mata kuliah besok. Jadi kami memutuskan untuk pulang dulu.” Jawab bagas singkat
“Terus bella? Apa dia ngga apa apa ditinggal… sendirian?”
“Nggak masalah. Malah dia yang nyaranin gue untuk ketemu lo” balas bagas
Sebelum cindai sempat bertanya kenapa, cowok itu melanjutkan, “Dia ngomong sebelum gue minta.”
Cindai tertegun. Banyak hal yang ngga terduga yang diketahuinya malam itu.
“Kenapa?”
“Entahlah…” sahut bagas pasrah. “Tapi yang jelas, bella ngga buta, ngga tuli dan dia juga punya perasaan. Dia sadar perbuatannya salah karena terlalu memonopoli gue, dan menghalangi cewek cewek lain yang mau temenan sama gue. Tapi disisi lain dia juga adar ada satu hal yang ngga bisa dia halang halangin. Dan itu adalah……. Perasaan gue.”

-Bersambung-

Kritik & saran mention @zaakyki ya :) 

Minggu, 15 Desember 2013

Cerbung My Diary part 6 Season 2


MAAF NGARET BANGET :(
SEKARANG UDAH SUSAH BAGI WAKTU ANTARA SEKOLAH SAMA WAKTU BUAT BDS :( MAAF YA :((
---
“Gue bukan penguntit! Dan gue gak suka lo nuduh nuduh gue seenak jidat lo!” tukas Aldi serius
“Oh, maaf. Maksud gue yaa… ngikutin orang diem diem. Jadi apa?”
“Maksud lo?” tukas Aldi ketus
“ya semua yang lo ketahui tentang Bella!” Cindai kehilangan kesabaran.
“Nggak ada!” aldi jelas masih emosi
“Hah?! Lo yakin?” balas cindai jengkel. “gue tau kalo selama ini lo selalu ngamatin bella, dan selalu ingin tau apa aja yang dia lakuin. Tapi sayangnya, lo udah ngelewatin suatu kejadian penting kemaren"
Aldi menegakkan kepala dan memandang penuh tanda Tanya.
“Karena Cuma gue yang liat kejadian kemaren” kata cindai
“emangnya ada apaan?” desak aldi.
“Wah gue gak bisa kasih tau lo. Mengingat kata lo tadi, lo gak tau apapun tentang bella.” Cindai sok jual mahal
“Oke deh. Kita barter informasi. Tapi lo duluan!” kata aldi nyerah
“Ngga masalah.” Sahut cindai
“Jadi?”
“Hmm.. jadi gini..kemaren gue liat bella nyamperin bagas sambil nangis. Dan gue liat mereka…. Pelukan” hati cindai mencelos.
Dia yakin aldi pasti merasakan hal yang sama setelah mendengar ucapannya barusan
“Dan anehnya, hari ini mereka sama sama gak masuk kuliah”
“…”
Cindai memandang aldi. Ternyata sekarang ganti aldi yang nunduk dan ngga sanggup ngomong.
“gue ngerti perasaan lo. Karna itu gue pengen tau info tentang bella. Mungkin aja kita dapet petunjuk tentang keberadaan mereka. Yakan?” kata cindai
“kenapa sih lo peduli banget sama bella?” Tanya aldi
Cindai langsung diam. Ngga mungkin dia ngaku bahwa sebenernya yang dipikirinnya adalah Bagas.
“eh, Cuma kebetulan kok. Kebetulan aja gue liat bella kayanya lagi ada masalah, lalu kebetulan gue tau mereka ga masuk hari ini, terus kebetulan gue liat lo disini, dan gue jadi pengen ngasih tau semuanya ke lo. Soalnya gue yakin, info ini pasti penting  banget buat lo” Cindai mencoba mengelak. “Ya kebetulan kadang berharga banget” lanjutnya.
“Makasih banget yaa. Ternyata lo peduli banget sama gue” ujar aldi
“Iyaa, namanya juga temen” cindai jadi salah tingkah
“Tapi sayangnya gue gak punya informasi penting yang berkaitan dengan itu” aldi sangat menyesal. “Kalau aja gue tau banyak…”
Cindai tau betul dengan perasaan aldi jadi iba kepada cowok itu. “Lo yang sabar ya, al…” katanya.
Tiba tiba terdengar bel istirahat usai. “Gue duluan ya…” kata Cindai lalu pergi
Aldi mengangguk pelan. Ditatapnya cewek itu…dia selalu aja bikin dia berdebar debar. Aldi menyusun buku buku yang tadi diambilnya dan segera mengembalikannya.
Aldi melangkah keluar perpustakaan, sama sekali tidak menyadari bahwa sejak tadi sepasang mata tak berhenti mengawasinya.
“Oh, jadi gini maksud lo, Ndai?” bisik salsha pait. Matanya basah dan ngga beranjak dari rak buku tempatnya mengawasi aldi dan cindai sejak tadi. Dia memang ga mendengar apa yang mereka bicarakan tadi. Tapi dia bisa ngerasain ketegangan emosional keduanya. Dia juga bisa melihat dengan jelas bagai mana aldi menatap cindai, walaupun dia ga tau gimana cindai nge bales tatapan itu.
“Akhirnya gue tau juga kan, Ndai? Pantes lo ga mau cerita ke gue…”
Hati salsha hancur berkeping keping oleh rasa sakit yang dihiasi kekecewaan karena pengkhianatan seorang sahabat.
***
Siang itu Cindai asyik main kartu dengan mamanya, berharap dengan begitu ia bisa sedikit melupakan masalah yang semakin menekannya. Wajahnya yang penuh coreng-moreng adonan kue yang memang sengaja disisihkan untuk main kartu.
Cindai menarik nafas dalam, dan mengeluarkan kartu yang menurutnya dapat merubah nasibnya. Ditatapnya mamanya dengan penasaran.
“Hmm..” ify menggumam mencurigakan. Dia senyum simpul, penuh kemenangan
Oh my God! Batin Cindai... Jangan bilang mama…
“Mama menang lagii…!!!” seru ify puas sambil menyambar mangkuk kecil berisi adonan kue. Namun tau tau bel pintu berbunyi
“Aku harus buka pintu.. bye mamaaa!” ujar cindai lalu ngibrit menuju pintu.
Dia masih tersenyum gila saat membuka pintu dengan santainya. Namun seketika wajahnya langsung dingin tak bersahabat.
Bagas yang berdiri di depan pintu nyaris tidak mengenali makhluk yang menatapnya sangar itu. Nyaris seluruh wajahnya belepotan. Sungguh ngga indah dipandang!
“Ehm… apa saya lagi berhadapan dengan Gloria Chindai Saputra?” Tanya bagas menahan tawa
Cindai merasakan sensasi aneh saat bagas menyebutkan nama itu,”Nggaak! Kamu salah orang.” Tukasnya judes
“Cindaai…” bujuk Bagas. ditatapnya wajah cindai yang benar benar lucu. Sepertinya gadis itu tak menyadari kalau penampilannya amburadul.
“Apaan sih?!” Tanya-nya ketus
“Ehm.. lo ngga lagi sibuk kan?” bagas mengalihkan pandangan
“Lumayan” sahut cindai singkat. “Lo kenapa sih? Mau ngetawain gue? Emangnya ada yang salah dengan tampang gue, heh?” tantangnya sebal.
“Hmmphh… hahahahaha…mmphh...” Bagas membekap mulut, berusaha menahan tawa. “ya, maaf deh kalau gue bikin lo sebel karna ganggu acara maskeran lo yang belom kelar. Gue tunggu sampe selesai deh!” katanya sambil menahan geli.
Tau tau setetes adonan kental jatuh dari wajah Cindai dan menodai bajunya. Menyadari itu, cindai merasa konyol sendiri. Dirabanya wajahnya,adonan lengket itu menempel di telapak tangannya.
“Oh, TIDAAAAAAAAAAAKKK!!” reflex Cindai berteriak dan lari kedalam rumah.
“Bodoh!Bodoh!Bodoh!!” umpat cindai sebal.
***
Cindai gak banyak ngomong. Selain masih kebayang kejadian memalukan tadi, berbagai pertanyaan masih tersusun seperti puzzle dalam benaknya. Belum lagi dia penasaran dengan mobil yang dikendarai bagas ini. Sepertinya kok familiar ya? Honda jazz merah dengan stiker lumba lumba biru disetiap sudut jendela. Cindai yakin pernah ngeliat mobil ini. Tapi entah dimana…
“AC-nya gak nyala kan? Kayanya dingin banget..” Bagas memecah kebisuan yang sejak tadi melingkupi mereka.
“Apaan sih…” Cetus Cindai. Dia tau bagas menyindirnya. Sejak tadi memang tampang cindai cemberut dan bersikap dingin.
“Eh ngga jauh dari sini ada bakso super enak lohh..” Bagas tidak meladeni kejengkelan cindai. “katanya bisa bikin hangat suasana yang lagi dingin gitu deh…” lanjutnya sok polos
“bawel!” gumam Cindai jaim. Padahal perasaannya jungkir balik, cowok yang udah bikin dia merasa kehilangan beberapa hari terakhir ini kini hadir di sampingnya, berdua… Cindai gak tau apa yang dia rasakan. Entah itu senang, kesel, ataukah marah?
“Tapi, beneran enak loh, Ndai…” kata bagas sabar
Cindai tetep diam. Dia ngga abis pikir, kenapa cowok ini bisa bersikap seakan akan ga ada apa apa. Apa dia ngga tau gimana perasaan cindai saat dia hilang? Bayangan bayangan yang sempat terlintas saat dia ga ada? Apakah cowok ini ngga ngerti perasaan cewek?
“Ini diaa tempat baksonyaa…” kata bagas sambil menepikan mobil. “Kalo pengen nyoba, kita bisa makan disini dulu.”
“Lo bisa berenti pura pura nggak sih?” Cindai menahan emosi. “Tujuan awalnya nggak kesini kan?”
“Emang nggak.. abis suasananya dingin sih, jadi perlu diangetin dulu..” ujar bagas.
Cindai mengepalkan tangan dan menatap lurus ke jalanan. Apa sih maunya cowok ini?!
“Ndai..” ujar bagas sambil menyentuh pundak Cindai
Refleks cindai menepis tangan cowok itu kuat kuat. Sehingga bagas kaget dibuatnya. “LO APA APAAN SIH?!” sergah cindai
“Ndai, lo kenapa sih?! Bagas berusaha tetap tenang.
“Ndai….” Bagas mendesah. Dia jadi serbasalah. “Lo kenapa? Gue salah, ya? Gue bikin lo marah? Gue bikin lo…”
“IYA!! GUE EMANG MARAH, GUE SEDIH, GUE KECEWA. PUAS?!” Cindai berteriak sekencang kencangnya. Tangisnya pecah. Dia menutup wajahnya dan menangis melepaskan perasaan yang tadi menghantam dadanya.


Bagas terdiam, tak tau harus bilang apa. Dia tau cewek itu memendam perasaan terhadapnya. Tapi bagas tidak mau membahasnya sampe mereka benar benar berada di tempat yang tepat. Namun, dia juga tak ingin diam diaman seperti ini.
“Maaf, ndai.. gue ngga bermaksud bikin lo marah.” Bagas membelai rambut cindai lembut. “Lo jangan nangis lagi ya.. kita lanjutin perjalanan.. bentar lagi nyampe kok”
Cindai masih menunduk. Diusapnya air matanya, kemudian mengangguk. “gue juga minta maaf” katanya kemudian
***
Jumat, 12 Desember 2013

              Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas. Gue marah, gue sedih, gue kecewa sama bagas.

-Cindai-
---
“Nulis apaan sih?” Tanya bagas yang mengalihkan pandangan kea rah cindai
“Fokus nyetir aja!” ujar cindai lalu membuang muka
“Iyadeh..” balas bagas lalu kembali focus
Ditaronya buku itu dan segera tertidur dijok mobil bagas.

-Bersambung-

Kritik saran mention @zaakyki aja ;) thanks! 

Senin, 18 November 2013

Cerbung My Diary part 5 Season 2


Ini dia part 5!!!
Semoga suka :)

Cek this out!!!

---
“NDAAAAAAAAAAI” suara Salsha membuat Cindai yang sedang menggambar terkaget kaget
“Hmmm?”
“Lo kok kaya gak penasaran gitu sih?” Tanya Salsha manyun
Cindai menegakkan kepala dan memandang wajah sahabatnya yang berseri seri. “Emang ada cerita apa?” Tanya-nya
“Gue lagi seneng banget, tau gak?”
“Tauu… banget! Emang ada apa sih? Ada pembagian sembako?”
“Ih.. bukan!” tukas Salsha gemas. “Tadi gue ngomong lagi sama Aldi! Senenggggggg!!” ujar Salsha girang
“Dia nanggepin omongan gue banget lhoo… Trus kalo ketawa.. duh makin cakep!” Girang Salsha, “Ternyata aldi kalo diajak ngomong tuh heboh juga ya. Gue kira pendiem banget” lanjut Salsha
“Wah selamat deh! Ciee makin deket aja nih sama target” goda Cindai. Wajah Salsa merona merah.
“Ngga secepat itu kali, Ndai” tukas Salsha
“Ndai!” sebuah suara mengalihkan perhatian keduanya. Mereka melihat Bagas masuk kelas dan berjalan mendekat.
“Gue ke toilet dulu ya” kata Salsha sambil mengedipkan satu matanya
“Apaan sih?!” desis Cindai
Bagas duduk di bangku Salsha sambil menghadap belakang, sehingga mereka berhadap hadapan.
“Ntar malem lo ngga ada acara kan?”
“Hmm. Ngga.” Balas Cindai
“Jadi lo mau kan gue ajak keluar?” Tanya bagas antusias. Cindai mengangguk manis.

“Yaudah, gue balik ya, ntar Bella uring uringan lagi nyariin gue!” ujar Bagas seraya berbalik cepat.
Mendengar itu, kebahagiaan yang tadi sempat singgah di dada Cindai tiba tiba lenyap. Cindai membuka buku dan mencoret coret dengan gusar. Kenapa sih selalu Bella, Bella, Bella! Nama itu selalu sukses melenyapkan kegembiraan Cindai.
***
“Bell! Bellaa!”
Bella mendengar langkah kaki mendekat dengan kecepatan pasti. Irama langkah yang sangat ia kenal. Dan semakin dekat…
Semakin dekat…
Sangat dekat…
Bella melihat wajah cemas dibalik air matanya. Dan tangisnya pun pecah, dipeluknya cowok itu erat erat…
“Bell, lo kenapa bel? Ada apa?!”
Bella mencoba bersuara, “Mama, Gas.. mama…”
Semua nyaris terasa lebih baik bagi Bella. Tapi tidak untuk Cindai. Ia menyaksikan sendiri mereka berpelukan. Tubuh cowok itu berguncang seiring tangis yang ditumpahkan Bella. Cowok itu bahkan tidak menoleh kea rah Cindai lagi, seolah olah cindai tak pernah ada disana bersama mereka.
Satu detik.
Dua detik.
Mungkin gue harus sabar, batin Cindai
Tiga menit.
Mereka ngomongin apasih?!
Lima menit.
Cukup, Cindai menghela napas, menengadahkan wajah ke langit, berharap hujan segera turun, dan membiarkan dia menangis. Tapi tidak semudah itu membujuk cuaca. Cindai berlari, dia tidak akan menangis disitu. Tidak seperti Bella.
***
“Lo kenapa, Ndai?” cerocos Salsha tanpa ampun di telepon.
Cindai menjauhkan ponselnya, “Lo bisa jaga suara nggak sih?” omelnya
“Oke oke” suara Salsha melunak, tapi jelas gak sabar.
“Jadi, kenapa lo tiba tiba ilang tadi di kampus pas istirahat, terus ngga balik balik? Dan apa maksud lo nyuruh gue bawa tas lo yang segede karung beras ini, hah?!” tuntut Salsha
Cindai memijat dahinya dengan dua jari. “Maaf. Ngga bermaksud apa apa, gue sakit”
“Sakit? Emangnya gue gampang dibohongin?”
“Sal, please… kepala gue sakit nih… biarin gue istirahat dulu…” Cindai memohon dengan suara melas
“No Way!”
“Sal…”
“Ada apa sih dengan lo dan bagas?” tuding Salsha
Air mata Cindai kembali bercucuran, “Gue nggak ada masalah sama dia.” Katanya
“Jelas ada masalah! Gue liat dia balik bareng si nenek sihir, sebelumnya kan dia bareng lo!”
Hati Cindai mencelos. Dia menyesal mendengarnya.
“Nggak ada hubungannya sama gue. Jelas?!” tukasnya kesal
“Jelas banget,” sahut Salsha. “bohongnya”
“Sal, lo kenapa sih?!” Cindai benar benar gak mau bahas hal itu
“Lo tuh yang kenapa?” Salsha masih ngotot
“Sorry, Sal” ujar Cindai dengan sangat menyesal sambil menutup telepon. Dengan asal dia melempar teleponnya lalu bangkit menuju meja belajar.
---
Jumat, 15 November 2013

                Bella, bella, bella dan bella. Ah gue muak! Gue muakkkk!!!!! Gue niat ke Jakarta untuk memperbaiki semuanya! Bukan malah ngerubah rencana gue jadi merusak gini. Bella kenapa sih selalu berhasil ngerebut perhatian bagas?! Terus kenapa lo ndai? Kenapa? Bagas bukan siapa siapa lo! Ngapain lo masih ngarepin dia. Dulu, Misel-Bagas-Gue. Sekarang Salsha-Aldi-Bella-Bagas-Gue. Ah!

-Cindai-
---
Di sekolah…
Saat Cindai sampai di kelas, tasnya sudah ditempat duduknya. Salsha sedang sibuk menulis. Cindai duduk dibangku sebelahnya. Tapi tidak seperti biasanya, Salsha mengabaikannya
“Sal, gue minta maaf karna matiin telepon kemaren,” Cindai angkat bicara.
Salsha berpura pura tidak mendengar, dan terus nulis. Cindai sekali lagi membujuk, namun Salsha tetap diam.
“Sal, gue akan jelasin kalo lo mau dengerin dan berenti bersikap kaya gini!”
Salsha tetap cuek.
“Lo ngapain sih?” Cindai mencoba teknik lain, tapi sayang dosen yang sangat garang itu telah masuk.
“Makalah yang saya suruh bawa, kumpulkan sekarang. Yang tidak bawa, mohon keluar” ujarnya
Astaga, gue lupa!! Ketinggalan diatas meja
Tanpa disuruh, Cindai keluar ruangan.Benar benar mimpi buruk! Dia berjalan gontai menyusuri koridor. Masalah kemarin saja udah cukup membuatnya muak, masih juga ditambah masalah pagi ini. Cindai melihat jam tangannya. Baru jam 8 pagi, tapi masalah udah bejibun. Tau tau dia sudah sampai di depan aula, dekat parkiran motor. Disusurinya daerah itu, sepeda motor bagas tidak ada! Cindai heran sekaligus takjub.
Jangan jangan…
Dengan langkah pasti dia berbalik menuju mading untuk melihat jadwal anak multimedia.
“Anak multimedia lagi di ruang computer.” Ujar Cindai saat melihat jadwal pelajaran. “Kalo ga ada alesan apa apa mana boleh masuk”
Dengan lemas dia berjalan menuju perpustakaan. Tiba tiba…
“Hei, tunggu sebentar!” sebuah suara mengejutkannya.
Cindai memutar kepala. Duh, apalagi nih? Dia mendongkol dan ketakutan saat melihat Pak darsono dosen tergalak kedua setelah dosen di kelas tadi.
“ya pak?” Tanya cindai
“Tolong antarkan ini ke ruangan computer. Sekarang!” ujarnya sambil memberi map
“Ruang computer pak?” Tanya-nya. “Iyaa! Sekarang!”
“Oke pakk..”
Pas banget!!! Terimakasih pak darsonoo.. I love u so muchhh.. rencananya berjalan mulus berkat bantuan pak darsono
***
Tok!Tok!Tok!
”masukk” sebuah suara menjawab dari dalam ruang computer.
Cindai membuka pintu dan merasakan semua mata tertuju padanya. Mau tak mau, dia sedikit gugup.
“Ada apa?” Tanya seorang dosen.
“Ini bu. Dari pak darsono” kata Cindai seraya menghampiri sang dosen. Lalu sekilas dia mengedarkan
Pandangan.
Dia tidak ada.
Sekali lagi dia mengedarkan pandangan. Keduanya tidak ada. Cindai yakin itu. Dan itu sudah cukup baginya
“Sudah lengkap. Terimakasih ya” ucapan Bu Ria yang ramah menyadarkannya. Cindai berbalik dan keluar diiringi suit suit jahil dari mahasiswa cowok.  
***
Dari sana cindai menuju perpustakaan dan menghabiskan waktu dengan membaca majalah. Semua jadi tanda tanga baginya : sebenarnya sedekat apa sih mereka, sejauh apa sih cowok itu terjebak dalam labirin kehidupan Bella? Di perpustakaan yang sepi itu waktu terasa sangat panjang. Akhirnya cindai mendengar bel tanda istirahat berbunyi.
Tak lama dia melihat Aldi masuk ke perpustakaan, mengambil beberapa buku dan duduk di sudut. Sebuah ide cemerlang datang ke Cindai. Mungkin dia bisa mendapat petunjuk dari cowo itu.
“Hai” sapa cindai kelewat semangat
“Hai juga” balas Aldi
“Serius banget sih!”
“Tumben lo sendirian. Biasanya bareng Salsha, kan? Dan nyari buku di rak itu” ujar aldi sambil menunjuk rak kesayangan salsha, tempat dia biasa mengawasi Aldi
Kok dia tau? Batin Cindai.
“Oh ya?” cindai pura pura terkejut
“Hmm gini, gue Cuma mau nanya sesuatu” ujar cindai
“Kayanya serius?” aldi menutup buku.
“Gue Cuma pingin tau apa aja yang lo ketahui tentang bella? Karena gue yakin lo tau banyak tentang dia, apalagi lo selalu nguntit dia selepas pulang sekolah.”
Ekspresi aldi berubah.
“Gue bukan penguntit! Dan gue gak suka lo nuduh nuduh gue seenak jidat lo!” tukas Aldi serius
“Oh, maaf. Maksud gue yaa… ngikutin orang diem diem. Jadi apa?”
“Maksud lo?” tukas Aldi ketus
“ya semua yang lo ketahui tentang Bella!” Cindai kehilangan kesabaran.
“Nggak ada!” aldi jelas masih emosi
“Hah?! Lo yakin?” balas cindai jengkel. “gue tau kalo selama ini lo selalu ngamatin bella, dan selalu ingin tau apa aja yang dia lakuin. Tapi sayangnya, lo udah ngelewatin suatu kejadian penting kemaren”
Aldi menegakkan kepala dan memandang penuh tanda Tanya.
“Karena Cuma gue yang lait kejadian kemaren” kata cindai
“emangnya ada apaan?” desak aldi.
“Wah gue gak bisa kasih tau lo. Mengingat kata lo tadi, lo gak tau apapun tentang bella.” Cindai sok jual mahal
“Oke deh. Kita barter informasi. Tapi lo duluan!” kata aldi nyerah
“Ngga masalah.” Sahut cindai
“Jadi?”
“Hmm.. jadi gini..kemaren gue liat bella nyamperin bagas sambil nangis. Dan gue liat mereka…. Pelukan” hati cindai mencelos.
Dia yakin aldi pasti merasakan hal yang sama setelah mendengar ucapannya barusan
“Dan anehnya, hari ini mereka sama sama gak masuk kuliah”
“…”
Cindai memandang aldi. Ternyata sekarang ganti aldi yang nunduk dan ngga sanggup ngomong.
“gue ngerti perasaan lo. Karna itu gue pengen tau info tentang bella. Mungkin aja kita dapet petunjuk tentang keberadaan mereka. Yakan?” kata cindai
“kenapa sih lo peduli banget sama bella?” Tanya aldi
Cindai langsung diam. Ngga mungkin dia ngaku bahwa sebenernya yang dipikirinnya adalah Bagas.
“eh, Cuma kebetulan kok. Kebetulan aja gue liat bella kayanya lagi ada masalah, lalu kebetulan gue tau mereka ga masuk hari ini, terus kebetulan gue liat lo disini, dan gue jadi pengen ngasih tau semuanya ke lo. Soalnya gue yakin, info ini pasti penting  banget buat lo” Cindai mencoba mengelak. “Ya kebetulan kadang berharga banget” lanjutnya.
“Makasih banget yaa. Ternyata lo peduli banget sama gue” ujar aldi
“Iyaa, namanya juga temen” cindai jadi salah tingkah
“Tapi sayangnya gue gak punya informasi penting yang berkaitan dengan itu” aldi sangat menyesal. “Kalau aja gue tau banyak…”
Cindai tau betul dengan perasaan aldi jadi iba kepada cowok itu. “Lo yang sabar ya, al…” katanya.
Tiba tiba terdengar bel istirahat usai. “Gue duluan ya…” kata Cindai lalu pergi
Aldi mengangguk pelan. Ditatapnya cewek itu…dia selalu aja bikin dia berdebar debar. Aldi menyusun buku buku yang tadi diambilnya dan segera mengembalikannya.
Aldi melangkah keluar perpustakaan, sama sekali tidak menyadari bahwa sejak tadi sepasang mata tak berhenti mengawasinya.
“Oh, jadi gini maksud lo, Ndai?” bisik salsha pait. Matanya basah dan ngga beranjak dari rak buku tempatnya mengawasi aldi dan cindai sejak tadi. Dia memang ga mendengar apa yang mereka bicarakan tadi. Tapi dia bisa ngerasain ketegangan emosional keduanya. Dia juga bisa melihat dengan jelas bagai mana aldi menatap cindai, walaupun dia ga tau gimana cindai nge bales tatapan itu.
“Akhirnya gue tau juga kan, Ndai? Pantes lo ga mau cerita ke gue…”
Hati salsha hancur berkeping keping oleh rasa sakit yang dihiasi kekecewaan karena pengkhianatan seorang sahabat.


-Bersambung-

Follow @zaakyki & @Difamdp untuk kritik saran~~

Kamis, 14 November 2013

Cerbung My Diary part 4 Season 2


Haloooooooooooooo maaf baru sempet dinext :(

Semoga kalian suka{}

CekThisOut!!!

---
Cindai melihat bella sedang bercerita dengan suara sangat pelan dengan bagas. mereka mendekatkan kepala. Entah kenapa rasa cemburu tiba tiba muncul dihati cindai. Bagas sepertinya terlalu terikat dengan bella. Atau tepatnya terjebak? Entahlah. Yang jelas cindai melihat hubungan yang aneh dan ga nyaman diantara keduanya. Cowok itu sepertinya terlalu menuruti keinginan bella, meskipun itu ga sesuai dengan keinginan hatinya. 
“Kenapa…” isak cindai
“Kenapa apa?” Tanya salsha lembut sambil menyentuh bahu cindai
“Kenapa cowok yang gue taksir justru merhatiin cewek lain? Dan kenapa harus nenek sihir itu?!” ujar cindai diselingi isakannya
***
“Huh, mana panas, ngga ada temen lagi. Garing!” gerutu cindai di depan kelas yang sudah kosong
“Mau gue anter pulang ndai?” Tanya aldi tiba tiba
“Lho, Lo belom pulang?”
“Baru mau nih.. tadi abis balikin buku ke perpustakaan” balas aldi
“Oh..” Cindai ngerti, “Boleh deh”
Dalam beberapa menit, cindai sudah naik di jok motor aldi. Ketika dia sedang asyiknya bercerita di boncengan aldi, tiba tiba aldi mengerem motornya dan berbalik arah secepat dia bisa.
“Kenapa sih?!” Tanya cindai
Aldi tidak menyahut. Tapi itu gak perlu, karena dalam waktu singkat Cindai sudah mengerti. Aldi sedang membuntuti Honda jazz merah. Entah siapa penumpang mobil itu.

Akhirnya mobil itu berhenti di depan restoran jepang yang cukup sepi dan aldi menghentikan motornya sekitar 15 meter dari mobil merah tadi. Dengan perasaan gusar, cindai menunggu orang di dalam yang akan keluar. 
Sialan! Cewek nenek sihir itu lagi! Hati cindai lagi lagi panas melihat cowok yang keluar dari sisi lain mobil. Siapa lagi kalau bukan bagas? Mereka duduk di bangku rendah restoran lesehan itu

“Mau ngapain?” Tanya cindai. Aldi diam
“Lo aneh, tau ngga?! Ngapain juga lo harapin bella sampe kaya gini? Mending lo nanggepin orang yang justru peduli banget sama lo!” kata cindai tegas. Dia teringat Salsha yang hanya bisa kecewa dengan sikap Aldi yang gak pernah peduli sama dia. Bisa dibilang Salsha gak beda jauh sama Aldi yang Cuma bisa buntutin Bella kemana mana.
“Emangnya ada yang peduli sama gue?” Tanya aldi tanpa melepaskan pandangan dari bella
“Dii,, buka dong mata dan hati lo. Cewe di dunia ini nggak Cuma Bella!”
“Tau kok.” Sahut aldi cuek. “Langsung pulang?” lanjutnya
“Iya deh” ujar cindai yang mulai tak bersemangat
***
“Malam yang indah” decak Cindai di balkonnya

Tiba tiba hape Cindai bergetar. Bagas.
“Halo..” jawab cindai malas
“Ndai, lo dirumah ga?” Tanya bagas
“Hmm..engg…iya iyaa kenapa?”
“Gue ada di depan rumah lo nih. Keluar ya? Bentar kok”
“Okee”

Jantung Cindai berdebar debar, sebagian senang, sebagian lagi karena gugup. Tenang…tenang… batinnya.
Ditatapnya cowok itu beberapa waktu saat dia membuka pintu. “Hei tumben dateng malem malem?” Tanya cindai
“Mmm.. gue gak ganggu kan?”
“Menurut lo?” jawab cindai santai
Bagas memandang cewek itu dan tersenyum jahil, “Lagi makan ya?”
“Hmm.. Ngga kok” ujar cindai gugup
“Nih” dengan ibu jarinya, bagas menghapus noda di sudut bibir cindai.
“Ih apa sih gasss… gue ga abis makan tau. Lo ngarang aja deh!” tegur Cindai
“Hahahaha modus tau biar bisa ngelus bibir lo wkwk” ujar bagas
“Terus kenapa kesini malem malem?” Tanya Cindai kembali serius
“Oh ya.. ban motor gue tadi kempes, jadi kalo ke bengkel jauh, paling deket ke rumah lo. Makanya gue kesini. Boleh gak nitip motor gue untuk malem ini aja?” jelas bagas
“Oh…” Cindai sedikit kecewa
“Ngg… boleh?” bagas jadi gak yakin setelah melihat ekspresi cindai
“Oh.. ga..pa..pa”
Bagas pun mendorong motornya ke pekarangan rumah Cindai. Cindai hanya menatap diam, menyesal tadi udah ke geeran. Tapi yaa… nggak apa apa deh… lumayan bisa ngeliat wajah tampan itu di waktu yang gak terduga
“Hmm… Kayanya gue balik sekarang aja yaa” ujar bagas
“Hah? Segitu doang?”
“Oh ya, makasih banget”
“Bukan itu maksud gue,” kilah Cindai, “Hmm tapi ya udah deh kalo lo emang buru buru”
Bagas terlihat kikuk, lalu mengacak acak rambutnya asal. “Bukan gitu, gue gak mau ganggu acara lo. Itu aja” ujarnya serius, “Sebenernya gue juga mau ngajak lo keluar. Tapi kayanya gue lagi gak hoki. Ban gue kempes, dan ini udah kemaleman.” Jelas bagas seadanya. “Besok besok gue bikin janji dulu deh sama lo” lanjutnya sambil tersenyum
“Oh gitu ya? Gapapa lagi”
“Maaf yaa”
“Its okay…” sahut cindai tersenyum manis
“Oh ya jaket lo… gue udah lama mau balikin tapi…”
“Eits gausah dilepas. Pake aja, gue ga pernah pake jaket itu. Kan udah gue bilang, kegedean”
Bagas menatap cindai penuh makna. “Makasih ya” bisiknya di kuping cindai
***
Kamis, 14 November 2013

                Halo, hari ini flat banget yah. Tadi pas pulang kuliah aku diajak Aldi ngebuntutin mobilnya bagas dan disana ada Bella. Hih kenapa sih mereka berdua terus?! Tapi gak Cuma itu. Barusan bagas ke sini. Sebenernya aku udah kepedean kalo dia mau ngajak aku jalan. Eh ternyata mau nitip ban motornya yang kempes. Huhuu malang ya aku? Tapi ngeliat dia disaat saat gini aja udah seneng. Aaaaaaaaa pokoknya I still love him…………
Byee semoga besok menyenangkan.

-Cindai-
***
“NDAAAAAAAAAAI” suara Salsha membuat Cindai yang sedang menggambar terkaget kaget
“Hmmm?”
“Lo kok kaya gak penasaran gitu sih?” Tanya Salsha manyun
Cindai menegakkan kepala dan memandang wajah sahabatnya yang berseri seri. “Emang ada cerita apa?” Tanya-nya
“Gue lagi seneng banget, tau gak?”
“Tauu… banget! Emang ada apa sih? Ada pembagian sembako?”
“Ih.. bukan!” tukas Salsha gemas. “Tadi gue ngomong lagi sama Aldi! Senenggggggg!!” ujar Salsha girang
“Dia nanggepin omongan gue banget lhoo… Trus kalo ketawa.. duh makin cakep!” Girang Salsha, “Ternyata aldi kalo diajak ngomong tuh heboh juga ya. Gue kira pendiem banget” lanjut Salsha
“Wah selamat deh! Ciee makin deket aja nih sama target” goda Cindai. Wajah Salsa merona merah.
“Ngga secepat itu kali, Ndai” tukas Salsha
“Ndai!” sebuah suara mengalihkan perhatian keduanya. Mereka melihat Bagas masuk kelas dan berjalan mendekat.
“Gue ke toilet dulu ya” kata Salsha sambil mengedipkan satu matanya
“Apaan sih?!” desis Cindai
Bagas duduk di bangku Salsha sambil menghadap belakang, sehingga mereka berhadap hadapan.
“Ntar malem lo ngga ada acara kan?”
“Hmm. Ngga.” Balas Cindai
“Jadi lo mau kan gue ajak keluar?” Tanya bagas antusias. Cindai mengangguk manis.

“Yaudah, gue balik ya, ntar Bella uring uringan lagi nyariin gue!” ujar Bagas seraya berbalik cepat.
Mendengar itu, kebahagiaan yang tadi sempat singgah di dada Cindai tiba tiba lenyap. Cindai membuka buku dan mencoret coret dengan gusar. Kenapa sih selalu Bella, Bella, Bella! Nama itu selalu sukses melenyapkan kegembiraan Cindai.


-Bersambung-

Tadaaaaaaaaaaaaaa....
Kritik saran mention ke @zaakyki yaaaa :)
Jangan lupa follow @DifaMDP jugaa~~ makasihhh

Senin, 28 Oktober 2013

Cerbung My Diary Part 3 Season 2

Ini dia part 3 :)
Semoga suka yaaa!!
Cek this out!!!

---
"heiii udah diluar aja.." tegur cindai sambil menghampiri bagas. "Nih." ucapnya sambil menyodorkan sesuatu
"Jaket?" tanya bagas
"Iyaa.. biar gak dingin. udara abis ujan itu sering bikin sakit lho"
"oh gitu" sahut bagas lalu memakai jaket pemberian cindai
"Belom pernah dipake ya?" tanya bagas.
"iya hehe.. itu jaket angkatan gue di manado, ukurannya terlalu gede. gue gak betah makenya. pake aja"
"Makasih ya.."
"Makasih juga..."
"Semoga kita bisa ketemu lagi.."
"I hope so.. bye" ujar bagas lalu keluar dari gerbang rumah cindai.

***
Cindai berdiri di tepi lapangan kampus sambil memakan sandwich-nya. Dia risih diliatin bagai alien yang baru mendarat di Indonesia. Ya, sebenernya cindai memang terlihat cukup mencolok. Pagi itu dia tampil sangat rapi dan manis dengan wajah blasteran dan mata biru yang teduh itu.

BRUKK..

“Eh maaf…” cowok penabraknya meminta maaf.
“Iya gapapa kok.” Ujar cindai sambil salting sendiri.
“bener kan?”
“Iya. Bawel” cindai mulai risih karna orang orang yang menuju lapangan seperti mendapat tontonan menarik
“Hoi ati ati dia mangsa cewe tuhhh! Hahaha” terdengar sorakan heboh dari kejauhan. Cindai yang merasa mukanya memerah karna malu langsung berbalik menuju taman karena jam kuliahnya masih 2 jam lagi.
***
Terik matahari menjelang siang mulai menyengat, tapi cindai merasa sangat nyaman dibawah pohon yang rindang ini. Dia bercermin sedikit melalui ponselnya kemudian mengikat rambutnya asal.
“Hei sendirian?” bagas telah muncul dihadapan cindai
“eh.. hai..” cindai salting

Bagas duduk di samping cindai. “sibuk ya?” cindai menanyakan pertanyaan basi
“Yaaah lumayan…” sahut bagas
“Gue gak nyangka bisa ketemu lo disini…” tambahnya
“Ah sok orang baru kenal ya kita ? lebay” ujar cindai. “Hahahaha” bagas hanya tertawa mendengar lontaran kata kata dari cindai
“Oh yaa gimana tangan lo?” Tanya bagas sambil meraih tangan cindai dan melihat lukanya yang sudah kering namun masih sedikit merah. “Sakit?”
“Ngg… udah ngga kok hehe” ujar cindai tersenyum

Bagas menatap cindai penuh harap, “Lo mau tutup mata sebentar?”
“Untuk?” cindai heran. “yaa tutup aja… bentar doang kok” balas bagas
Walaupun ragu, cindai memejamkan matanya. Tiga detik berlalu, cindai masih menunggu aba aba dari bagas untuk menyuruh matanya terbuka

“sekarang lo buka mata lo…” kata bagas
Cindai membuka mata dan..
A  present for you..  kata bagas sambil meletakkan sebuah kado kecil di tangan cindai.
Surprise! Cindai sama sekali tak menyangka bagas menyiapkan kado untuknya.
“Bener nih buat gue?” Tanya cindai. Bagas mengangguk

Dibukanya kertas yang menutupi kotak kecil itu, lalu dilihatnya kotak hitam mungil bertuliskan ‘Silver’. Ini kan merk perhiasan yang gue mau banget dulu, batin cindai. Perlahan cindai membuka kotak itu. Cindai mendapati sebuah kalung berbentuk hati dari dalam kotak itu. “Kalung?” gumam cindai
“Suka?” Tanya bagas. “Buanggeeetttt.. makasih ya gas”
“Gue pasangin ya?” ujar bagas. Cindai mengangguk dan mengangkat rambutnya sedangkan bagas memakaikan kalung itu di leher cindai.
“Bagus ndai. Cantik” ujar bagas
“ah bisa aja..” Cindai Nampak salting
“cie salting cieee…” goda bagas. Cindai mencubit perut bagas.
“Aww…” teriak bagas sambil mengusap perutnya. “Sakit tau… cantik cantik tapi sadis” ujar bagas

“Bagas!!!” teriak seorang cewe yang mengalihkan perhatian bagas dan cindai. “Lo kemana ajasih?! Gue nyariin lo tau. Lo-nya malah disini” ujar cewek ber-rambut lurus panjang sambil menarik tangan bagas dan memandang cindai sinis. “Tau orang sibuk malah digangguin” umpatnya pada cindai
“Lo kalo ngomong sopan dikit dong. Mahasiswi kan?!” tegur bagas mewakili isi hati cindai
Tau tau Aldi muncul dari arah berlawanan. Dia menghampiri cindai
“bella?” ujar aldi saat melihat bella
Cewek bernama bella itu jelas jelas kaget. Ditatapnya aldi dengan pandangan tak percaya. Namun dia tidak berkata sepatah katapun langsung menarik bagas menjauh.

“Lo kenal dia?” Tanya cindai. Aldi diam.
“Heii!!” tegur cindai sambil menepuk pundak aldi
“Eh, maaf. Apaan?” Tanya aldi
“Rese banget ya dia!” ujar cindai
“Hmm..” ujar aldi. “ah rese lo” balas cindai geram lalu pergi
***
Senin, 28 Oktober 2013

                Hai, aku ketemu bagas lagi loh di kampus. Iya, bagas yang smp dulu. Dia makin ganteng ahhhh….apa dia masih inget ya janji kami dulu? Kalo masih inget, cewek yang dipanggil bella itu siapa? Pacarnya? Loh aku jadi cemburu gini deh. Inget ndai, dia bukan siapa siapa kamu. Bu-kan-si-a-pa-si-a-pa. Udah yaa.. semoga besok menyenangkan

-Cindai
***
Cindai menyudahi tulis menulisnya dibuku diary itu.
“Ndai ndaiii!” colek salsha teman mahasiswi baru cindai
“Apaa?”
“Itu…”
“Itu apa?” Tanya cindai tanpa mengalihkan pandangannya dari buku diary-nya
“Si aldi kenapa tuh?”
“Kenapa gimana?” kata cindai menoleh pada salsha yang sedang mengintip di sela sela rak buku. Aldi sedang tak lagi menunduk membaca buku, melainkan mengangkat bukunya hingga menutup wajah, jelas sedang mengawasi sesuatu
“Dia ngeliat kesono!” ujar cindai sambil berbalik dan mengintip kesisi lain deretan bangku perpustakaan. Salsha mengendap endap menghampiri cindai.

DEG!

Cindai melihat bella sedang bercerita dengan suara sangat pelan dengan bagas. mereka mendekatkan kepala. Entah kenapa rasa cemburu tiba tiba muncul dihati cindai. Bagas sepertinya terlalu terikat dengan bella. Atau tepatnya terjebak? Entahlah. Yang jelas cindai melihat hubungan yang aneh dan ga nyaman diantara keduanya. Cowok itu sepertinya terlalu menuruti keinginan bella, meskipun itu ga sesuai dengan keinginan hatinya.
“Kenapa…” isak cindai
“Kenapa apa?” Tanya salsha lembut sambil menyentuh bahu cindai
“Kenapa cowok yang gue taksir justru merhatiin cewek lain? Dan kenapa harus nenek sihir itu?!” ujar cindai diselingi isakannya

-Bersambung-

Follow @zaakyki & @DifaMDP.
Kritik saran mention aja ya :) makasih


Kamis, 24 Oktober 2013

Cerbung My Diary part 2 Season 2

INI DIA PART 2!!

Cek This Out!
---

Teleponnya terputus.
“yaaaaaaaahhh putus… ngga ngel, gue udah balik. Gue udah dijakarta. Dan gue mau ngulang semuanya” ujar cindai lalu menaruh teleponnya dan segera meneruskan pandangan ke televisi.
---
Cindai sedang terdiam di kamarnya. Mencoba mengingat beberapa atau bahkan berusaha mengingat semua kenangan kenangannya bersama bagas. Bagas yang belum pernah pergi dari hatinya, walau sekarang mereka saling tak tau akan keberadaan masing masing. Atau mungkin jika mereka bertemu, mereka tak akan saling mengenal. Aduh itu mimpi buruk untuk cindai. 
“Cindai..” panggil mama-ify dari luar kamar
“Iya maa…” jawab cindai
“Anterin mama yuk..”
“Kemana?” cindai keluar kamar dan menghampiri mama
“Ke supermarket. Mama mau belanja bulanan”
“Hmm tunggu sebentar ya ma.. cindai ganti baju” balas cindai seraya kembali ke kamar.

Cindai mengenakan kaos dan celana sekenanya. Tidak berlebihan, dan tidak memalukan juga untuk pergi ke supermarket.
“Ayo. Cindai udah siap” ucap cindai
“Oke.. ayo berangkat”
***
Sesampai di supermarket, cindai langsung asyik menyusuri rak rak yang penuh dengan makanan cemilan. Dia membeli coklat, kerupuk, permen permenan, minuman dan banyak lagi. Setelah keranjangnya penuh, cindai segera antri dikasir. Elah antriannya panjang lagi, gerutunya dalam hati. Setelah lama menunggu, cindai mendapat giliran juga.
Sambil mengeluarkan belanjaannya yang buanyyaaaakkkkk dari keranjang, ia melihat jam tangan. APAAAA?! Jam 7 malem. Mama ngomel nih pasti, umpatnya di hati. Akhirnya si mbak kasir menyerahkan belanjaan kepada cindai. 
“Terimakasih ya mba.” Ujarnya lalu pergi dari kasir

Selama perjalanan, ponsel cindai terus berbunyi. Tak lama, cindai mengangkat teleponnya. Nama ‘Mama’ terpampang di layar. Oke, siapin batin cindai, gumamnya lalu menekan tombol hijau dan segera mengarahkan ke kuping.

“Kamu kemana aja sih?! Mama daritadi tuh nungguin kamu di blablablaa.. mama udah di rumah, kamu pulang sendiri! Ngerti?!”
“Tap…tapi maaa….”

Tutt..tutt…

“Haloo.. halo maaa…. CINDAI KEABISAN UANG MAAA-_____-“ geramnya

***
Cindai keluar dari supermarket dengan membawa segediblek(?) belanjaannya dan mengipas ngipas wajahnya dengan dompet. Tak disangka, betapa terkejutnya dia saat ada orang berlari dan merebut dompetnya.
“WOOIII copet jangan lariii!!!!” teriak cindai lalu mengerjarnya. “Woiii,, itu dompet udah kosong. Balikin dongggg!!!”

BRUKK!!

Tubuh Cindai menimpa kantong belanjaan sampai bungkusan kinder joy dari kantong itu jatuh dan terinjak. Tetapi cindai masih mengingat kalau sang pencopet telah menghilang di balik gang yang tak jauh dari tempatnya jatuh.
“Aww..” erang-nya. Dia segera duduk dan melihat tangannya sudah lecet dan berdarah parah. Dia menoleh dan melihat orang yang ditabraknya. Cowok itu merintih kesakitan sambil melihat lututnya yang lecet dan berdarah juga.

Cindai menghampiri. “Maaf..” ucapnya
Cowok yang masih duduk itu menjawab, “gue gak papa…”. Lalu dia bangkit dan sedikit membersihkan bajunya, “Lo sendiri gima….Cindai?” 
Cindai yang sedang focus terhadap lukanya langsung menoleh ke cowok itu dan betapa kagetnya ia.
“BAGAS?!!”
Refleks cindai memeluknya. “Bagas…” ujarnya dipelukan bagas
“Lo balik? Gue kangen banget ndai sama lo… nomor lo kenapa gak aktif?!” jawabnya
Cindai melepas pelukannya dan menjawab, “gue ganti nomor gas. Maaf”
Bagas mengangkat dagu cindai, “hmm.. iya gapapa.. yang penting sekarang kita bisa ketemu kan?”
Cindai hanya membalas dengan anggukan.

“Kenapa lo lari lari?” Tanya bagas
“Gue lagi ngejar orang yang nyopet dompet gue, Gas.” Jawab cindai lesu
“Terus kemana dia?”
“Au”

Cindai segera membereskan belanjaannya maupun belanjaan bagas karena merasa bersalah.
“Lo gapapa ndai?” Tanya bagas lagi
“yeahh.. lebih baik setelah gue ketemu lo.” Jawabnya senyum
“terus lo pulangnya gimana?” cindai menggeleng
“Yaudah gue anter pulang deh… duit lo ada di dompet semua kan?”
“iyaa.. makasih ya gas.. tapi gue masih penasaran sama dompet gue.” Ujar cindai sambil jalan menuju gang tempat pencopet itu hilang. Saat ia berbalik, dilihatnya benda yang sedang ia cari.
“DOMPET GUEE!!!” sorak cindai sambil mengambil dompetnya dari tangan bagas.
“Makasih ya gas…” ujarnya memeluk bagas. “sama sama…”
***
“Sebenernya sih di dompet itu udah ga ada duitnya.” Ujar cindai saat jalan pulang bersama bagas
“terus kenapa lo rela rela lari buat ngejar sebuah dompet kosong ini?” bagas merebut dompet itu
“Ini gak kosong tau…” jawab cindai. “Terus?”
“Yaa.. sini gue kasih liat.” Cindai membuka dompetnya dan mengambil sesuatu.
“Inii…” ujarnya menunjukkan gelang berlambangkan ‘B’.
Bagas kaget, “Gelang itu?! Lo masih nyimpen?”
“Iya dong hehe… gelang C mana?” Tanya cindai. “ada kok di rumah hehe…” balas bagas kikuk

***
malam itu ternyata hujan, untung cindai dan bagas telah sampai dirumah cindai. Bagas, cindai dan mama cindai bernostalgia tentang masa lalu mereka. Mama cindai sangat mengenal bagas. 
setelah agak lama mereka ngobrol, "Eh udah lumayan reda hujannya.." kata bagas, "Gue pulang ya?" 
"Hmm.. kok buru buru banget?"
"Udah kemaleman tau" 
"iyasih hehe." jawab cindai salting
"makasih ya udah mau direpotin cindai.." ujar mama
"sama sama tante, lain kali kalo ada kesempatan saya bakal main lagi kok" kata bagas seraya beranjak dari ruang tamu.

"heiii udah diluar aja.." tegur cindai sambil menghampiri bagas. "Nih." ucapnya sambil menyodorkan sesuatu
"Jaket?" tanya bagas
"Iyaa.. biar gak dingin. udara abis ujan itu sering bikin sakit lho" 
"oh gitu" sahut bagas lalu memakai jaket pemberian cindai
"Belom pernah dipake ya?" tanya bagas. 
"iya hehe.. itu jaket angkatan gue di manado, ukurannya terlalu gede. gue gak betah makenya. pake aja" 
"Makasih ya.." 
"Makasih juga..." 
"Semoga kita bisa ketemu lagi.."
"I hope so.. bye" ujar bagas lalu keluar dari gerbang rumah cindai.

-bersambung

FOLLOW @zaakyki dan @DifaMDP
:) tolong kritik dan saran mention kesana. atau komen di postingannya ya... makasih 

Senin, 21 Oktober 2013

Cerbung My Diary part 1 Season 2


Halo semuaa :)
Makasih ya yang udah nungguin My Diary season 2 ini. Karena kalian, My diary season 2 ini ada. Sekali lagi makasih ya :)

Cek this out!! 

***
“Cindai… mama tunggu kamu diluar tapi kamu malah disini. Ayo, berangkat!” seru Ify sabar.
                Cindai menoleh, lalu mengangguk. Dia turun dari ayunan disamping kolam renang yang kosong, mengikuti mamanya melewati pintu kaca yang besar lalu menguncinya. Ditatapnya tempat itu sejenak sebelum berbalik. Sebentar lagi dia akan meninggalkan tempat ini, tempat dia banyak menghabiskan sorenya dengan tenang. Ayunan bersofa, kursi santai, dan air bed yang sangat menyenangkan. Tempat yang paling banyak memberinya curahan inspirasi dan kedamaian hati bersama orang orang yang disayanginya.
                Dia melangkah menuju pintu keluar, melewati meja makan keramik yang selalu berkilau seraya menyentuhnya sambil lalu. Tak jauh dari meja makan itu, menghadap ke jendela yang besar, duduk disebuah piano yang sangat menawan yang seakan menunggu jari jarinya yang lincah memainkannya. Cindai menghampirinya, mengusapnya pelan sepenuh perasaan. Piano ini takkan pernah berdenting lagi, takkan pernah melantunkan melodi yang menghanyutkan perasaan orang orang yang mendengarnya.
                Seharian pun takkan cukup untuknya mengungkit kenangan dirumah ini. Akhirnya dia memutuskan untuk beranjak pergi. Tapi sesuatu kembali mengusik hatinya.
                Cindai menatap pintu kamarnya yang terletak di seberang sofa keluarga. Tempat paling pribadi dan banyak menyimpan cerita serta rahasia. Tempat ia bersembunyi dan melarikan diri. Tempat yang mewakili seluruh dunia yang dimilikinya. Cindai melangkah mendekat dan perlahan membuka pintu.
                Serta-merta rasa sesak memenuhi hatinya. Cindai duduk diatas tempat tidur dan memandang berkeliling. Sebagian jiwanya telah melekat dikamar ini. Namun dia juga tau jika dia tetap disini, kamar ini hanya akan mengingatkannya pada luka dan perasaan kecewa yang teramat dalam. Takkan ada lagi tawa, canda ataupun kegembiraan. Cindai bangkit. Dia memutuskan untuk menutup kamar ini selamanya bagi dirinya.
                Di dekat pintu, langkahnya terhenti. Dia berbalik, lalu menghampiri sisi lemari yang sudah kosong, meraba raba celah sempit disana. Dapat! Cindai menarik buku kecil yang nyaris terlupakan itu; Diary. Dia membalik balik halamannya dengan cepat.
                Diary itu pernah basah oleh air matanya, pernah remuk oleh amarahnya dan pernah ikut serta merasakan kebahagiaannya. Cindai memasukkan diary itu ke tasnya dan mengunci pintu. Selamanya, untuk dirinya.
                Dia tiba di pintu yang terpentang lebar dan melewatinya. Kini ia telah selangkah meninggalkan rumah.
“Udah?” Tanya ify
Cindai mengangguk seraya tersenyum bimbang “Udah, ma”
“Maa, biar aku aja yang ngunci pintunya. Boleh kan?” tambah cindai.
Ify tersenyum “iya dong.. ini” dan memberi putrinya kunci.
                Apapun yang berada di balik pintu kini adalah dunia yang lain, semua berisi masa lalu. Dan terima kasih, pintu, simpanlah semuanya rapat rapat.

***
                Bagas, Chelsea, Difa, Angel dan Marsha. Semua masa lalu yang kini akan cindai temui lagi. Ya, cindaiakan ke Jakarta lagi. Universitas bergengsi di Jakarta telah menunggunya. Cindai percepat langkahnya menuju pesawat yang tinggal menunggu menit untuk berangkat.
“Gimana perasaan kamu?” Tanya mama
“Hmm.. campur sih ma” balasnya
“Kok?”
“Apa perlu dijelasin?” Tanya cindai. Mama hanya diam dan memalingkan wajah.
               
***
Cindai masih dalam lamunannya di teras rumah. Ya teras rumah yang ia dulu menjadi tempatnya berkumpul bersama sahabat sahabatnya. Tersenyum sebentar, dan masuk guna mengganti moodnya dengan menonton tv.
Sudah setengah 7 malam, tapi dia belum ngantuk atau ingin tidur. Bingung mau ngapain, cindai meraih ponsel dan memencet beberapa angka yang sangat dikenalnya, lalu menunggu. Harap harap cemas jikalau nomor yang ia hubungi sudah berganti pemilik.
“Halo?” sebuah suara yang sangat akrab menyahut di seberang sana.
“Haloo..” jawab Cindai semangat
“Ini siapa?” suara itu kembali terdengar disela sela kesunyian yang menerpa
“Cindai. Apa kabar lo ngel?”
“Cindai? Hei kemana aja looo??? Gue teleponin nomor lo ga aktif. Apa kabarr? Gue kangen ndai sama lo…” cewek bernama angel itu nyerocos
“Hmm.. gue baik kok. Lo gimana?” Tanya cindai
“Gue baik. Baik banget hehe…” balasnya
“Gimana dia?”
“Dia?” Tanya angel bingung
“Iya dia…” jelas cindai
“Oh… gue udah ga pernah ketemu lagi ndai, paling difa tuh” jawab angel seakan tau tentang ‘Dia’ yang dimaksud cindai.
“Aduh sumpah gue juga kangen kalian.. kapan ketemu lagi?”
“Gue sibuk kuliah ndai.. gatau deh… lo masih dimanado?” Tanya angel
“hmm..”
“Masih ndai?” ulangnya lagi
Cindai gusar antara ingin berbicara jujur kalau Ia sudah di Jakarta atau tidak
“ngga.. gue.. udah…di..”

Tutt…tutt…

Teleponnya terputus.
“yaaaaaaaahhh putus… ngga ngel, gue udah balik. Gue udah dijakarta. Dan gue mau ngulang semuanya” ujar cindai lalu menaruh teleponnya dan segera meneruskan pandangan ke televisi.


-Bersambung-

Follow My twitter :) @zaakyki & @DifaMDP. Maaf bagian ini pendek :) sebagai awal aja. kalo positif, bakal dilanjut :) makasih~